"Ayah sudah menyiapkannya. Kamu pakai ya. Anak Ayah sudah besar..."
Kuterima pembalut putih dari tangan Ayah. God, aku tidak bisa memakainya! Ayah paham. Dan...kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya? Ayah mengajariku memakai benda itu. Dilekatkannya pembalut bersih pada sehelai celana dalam baru yang masih bersih. Aku terkesan, sungguh terkesan. Silakan menyebut keluarga kecilku tidak waras.
Memang beginilah adanya. Seorang pria dewasa membantu anak gadisnya memasang pembalut wanita. Begitu luas pengertian pria tersebut. Sadar kalau anak gadisnya tumbuh tanpa pendampingan wanita dewasa, pria itu menjalankan peran dobel sebagai ayah merangkap ibu.
"Calvin, Silvi, ada apa? Sorry, tadi Papa beresin slide presentasi dulu. Nanti siang ada rapat penting."
Papa berlari-lari memasuki ruang kerja. Aku mengerucutkan bibir. Sudah terlambat.
"Adica, anak kesayangan kita sudah besar." Ayah mengumumkan dengan gembira.
"Apa maks...? Oh my God! Really?"
Selesai dengan urusan pembalut wanita, kami sarapan bersama. Ayah membuatkan pai berisi vla dan keju untuk kami. Kue buatan Ayah terasa enak seperti biasa.
"Aduh, perutku sakit. Kalau menstruasi rasanya kayak gini ya?" rintihku.
Kurasakan belaian Ayah di kepalaku. "Silvi nggak usah masuk sekolah ya. Istirahat dulu aja."
Aku menggeleng kuat. Tidak, aku harus masuk. Hari ini waktunya Frater Gabriel bertemu dengan calon-calon anggota OSIS. Masa aku tidak masuk sekolah?