Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Lantai Digetarkan Tuhan

3 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 3 Agustus 2019   06:04 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gempa berkekuatan besar mengguncang gedung pencakar langit. Luar biasa, Ayah Calvin tetap tenang. Wajah tampannya tetap lembut meneduhkan. Tidak tergambar segaris pun kepanikan.

Ayah Calvin melirik relasi bisnis di kanan-kirinya. Ekspresi mereka mirip: cemas, gugup, tegang, dan malu. Mereka pastilah malu mendapati ketenangan Ayah Calvin.

Dua menit berselang, gempa pun berlalu. Saat itulah mereka bergegas keluar gedung. Kepanikan baru terasa di jalanan sekitar gedung perkantoran. Orang-orang meluber ke jalan sambil berteriak. Malam berbintang dirobek kepanikan.

Suasana bertambah panik ketika datang serombongan pengunjung pusat perbelanjaan. Mereka lari menyelamatkan diri. Anak-anak kecil menangis ketakutan. Ayah Calvin berada di pusat kepanikan. Dua anak perempuan menempel erat di punggungnya.

Sepanjang malam itu, Ayah Calvin ikut membantu menenangkan situasi. Fokus perhatiannya tertuju pada anak-anak. Ayah Calvin memberikan trauma healing sebisanya pada mereka.

**   

"Bunda, gimana kalo Ayah kenapa-napa?"

"Nggak, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja."

"Kenapa sampai sekarang Ayah belum kasih kabar?"

Malam berganti pagi Jose dan Bunda Alea duduk di depan meja makan dengan wajah kusut. Tidur mereka tak nyenyak. Semalaman Bunda Alea menggantikan Ayah Calvin untuk menemani Jose di tempat tidur.

"Tenang ya...Ayah nggak akan kenapa-napa. Ayo dimakan dulu havermutnya." Bunda Alea membujuk halus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun