Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Kecil Bicara Pernikahan, Bagaimana Menyikapinya?

14 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 14 Juli 2019   06:16 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada minggu terakhir liburan kenaikan kelas, dua keponakan kecil datang ke rumah Young Lady. Satu keponakan laki-laki, satu keponakan perempuan. Si keponakan perempuan cenderung hiperaktif. Sebaliknya, keponakan laki-laki lebih kalem. Dunia sudah terbalik kali ya...

Pagi yang tenang berubah kacau gegara tingkah si keponakan lelaki. Mula-mula dia mendekati Young Lady cantik. Dia terus menempeli Young Lady. Saat Young Lady buka Kompasiana, dia tak henti bertanya. Ketika Young Lady main piano, dia setia berdiri di samping kursi piano. Kata my mom, dia penasaran. Young Lady beda dari yang lain. Rambut Young Lady paling panjang, pakai baju paling formal, tak suka bicara/bercanda dengan tamu yang lain, dan lebih senang duduk diam sendirian.

Si keponakan laki-laki bertanya banyak hal. Young Lady jawab pendek-pendek saja. Tanpa diduga, anak itu berkata. Dia ingin menikahi Young Lady kalau sudah berumur 23 tahun.

Jelas saja Young Lady tak mau. Young Lady sudah ada yang punya, begitu kata Young Lady cantik padanya. Seluruh keluarga tertawa, tetapi Young Lady tidak. Hal ini sama sekali tak lucu.

Bayangkan, anak kecil 8 tahun melamar Young Lady! Tingkah menggemaskan si keponakan belum pantas dengan usianya. Young Lady jadi takut. Bukan sekali-dua kali Young Lady diajak menikah. Bahkan Young Lady pernah mendapat tawaran seperti itu saat Young Lady telah termiliki. Ada saja yang datang mendekat.

Senangkah Young Lady? Tentu saja tidak. Young Lady cantik, yang sangat pesimis dengan pernikahan, ditawari menikah beberapa kali. Setelah kejadian itu, Young Lady meminta maaf pada "Calvin Wan". Malaikat tampan bermata sipitku menganggapnya lucu. Dia sama sekali tak masalah. Sayangnya, Young Lady tidak semudah itu menganggap sesuatu layak disebut lucu. Dan jujur saja, hingga detik ini Young Lady masih merasa ada yang sakit tiap kali ditinggal-tinggal "Calvin Wan".

Ternyata, kejadian anak kecil bicara pernikahan tak hanya dilakukan keponakan Young Lady. Coba simak video ini.


Video di atas viral bulan Februari lalu. Boardofwisdom.com merangkai celotehan anak-anak tentang pernikahan. Sejumlah anak usia 6-10 tahun ditanyai soal pernikahan dan ciuman. Pertanyaannya kira-kira begini: kapan usia yang tepat untuk menikah, boleh-tidaknya mencium seseorang, dan saat yang tepat untuk menikah.

Psikolog Anastasia Satriyo mengungkapkan, anak 8 tahun bisa saja tahu tentang pernikahan. Namun pengetahuannya tentang pernikahan sebatas dari apa yang didengar, dialami, dan disaksikannya di lingkungan. So, anak mengetahui tentang pernikahan dari lingkungan sekitarnya. Misalnya, dia mendengar orang tuanya membicarakan tentang pernikahan dan kriteria pasangan hidup. Kemungkinan lain, dia pernah menyaksikan prosesi lamaran.

Anak adalah peniru yang ulung. Memori mereka kuat. Kuatnya ingatan dibarengi dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Kombinasi itu memudahkan anak menyerap informasi apa saja di sekelilingnya.

Sangat disayangkan bila rasa ingin tahu anak diarahkan pada hal-hal yang belum pantas diterimanya. Konsep pernikahan masih terlalu jauh untuk dikenalkan pada anak. Sebab pernikahan tidak melulu soal cinta dan ketertarikan. Tetapi juga soal komitmen, ketulusan, niat, dan tanggung jawab. Mengertikah anak akan poin itu semua? I don't think so.

Meski begitu, tak ada salahnya mengenalkan cinta pada anak sejak dini. Kenalkan perlahan-lahan tentang cinta pada anak. Caranya?

Mula-mula, jelaskan pada anak tentang perbedaan jenis kelamin. Pastikan mereka tahu kalau mereka perempuan atau laki-laki. Jangan sampai anak tidak tahu jenis kelaminnya sendiri.

Cara berikutnya, ajarkan anak tentang cara membedakan cinta dan kasih sayang. Beri tahu mana saja perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. For example, anak tidak boleh memeluk dan mencium teman bermainnya. Pelukan dan ciuman hanya berlaku dalam keluarga. Sebaliknya, anak dibolehkan mencium ayah, ibu, dan saudaranya. Eits, jangan lupa rajin memberi kecupan kening pada anak. Itu penting. Sentuhan fisik orang-orang terkasih akan menguatkan ikatan batin si anak.

Next, tanamkan rasa cinta pada Tuhan. Ya, daripada anak dibiarkan mengenal cinta lawan jenis sebelum waktunya, lebih baik alihkan rasa cinta pada Tuhan. Ajak mereka beribadah bersama. Ceritakan kisah-kisah keteladanan nabi, dewa, atau tokoh berpengaruh dalam agama. Bacakan ayat-ayat dalam kitab suci yang menegaskan betapa besar cinta Tuhan. Latih mereka untuk selalu berdoa dan menyebut namaNya.

Last but not least, awasi pergaulan mereka. Buat apa repot mengajari kalau praktik sehari-harinya masih saja menyimpang? Beri peringatkan ketika anak mulai menampakkan perhatian lebih pada lawan jenis. Awasi mereka, ingatkan mereka.

Kompasianers, pernahkah kalian dilamar anak kecil?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun