Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Obrolan Pindah Agama di Hari Raya

7 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 7 Juni 2019   06:07 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer, Young Lady takut. Takut sekali. Ternyata hari raya tahun ini tak kalah suram dari tahun-tahun sebelumnya.

You know? Saat hari raya, bukannya kesejukan yang di dapat, malah judgement dilayangkan. Bermula dari akbar pindah agamanya seorang laki-laki dalam keluarga besar. 

Dia pindah agama setelah menikah. Lalu meluncurlah hujatan-hujatan pada si istri. Istri laki-laki itu dituduh sebagai penyebab dirinya pindah agama.

Well, tak semua keluarga dalam lingkaran ini Muslim. Dari kecil, Young Lady terbiasa melihat lingkaran keluarga dwiagama. Itu biasa, sangat biasa. Tapi tetap saja, judgement menyerang teramat kuat.

Ironisnya, topik pindah agama diangkat saat hari raya. Buat apa coba? Merusak kesucian esensi hari kemenangan. Perih hati ini mendengarnya.

Menurut Young Lady, pindah agama seperti siklus. Bila ada yang keluar, pasti ada yang masuk. Sudah, begitu saja. Mengapa harus diributkan? Mengapa harus menyalahkan pribadi tertentu? Tidak perlulah sampai menyalahkan.

Sungguh, Young Lady cantik takut sekali. Hati ini terasa tergores-gores. Keinginan untuk luka semakin besar. Perih, seperti lagunya Viera.

Obrolan soal pindah agama belum apa-apa. Beberapa waktu kemudian, Young Lady diharuskan menerima kenyataan kalau sepasang pria-wanita yang disebut orang tua bertengkar. Pertengkaran itu melibatkan luka. Sebutlah itu abusive relationship. Young Lady telah sering melihatnya berkali-kali, sepanjang tahun, sejak kecil.

Mengapa harus Young Lady yang melihatnya? Mengapa Young Lady saja yang diperlihatkan pertengkaran itu, yang lain tidak? Anyway, ternyata hari raya itu memang buruk. Young Lady hanya bisa menangis.

Allah, Tuhan yang Maha Cinta tempat mengadu. Pelukan "Calvin Wan", telepon dari Mbak Leya, dan kata-kata Pak Jose di malam sebelumnya, juga support tak kasat matanya di lini masa, menjadi pelipur lara. 

Begitu pun chit-chat dari kaka cantik Syifa Ann. Jose, "Calvin Wan", Leya, dan Syifa hadir berurutan, memberi sedikit penawar.

Sakit hati ini melihat orang-orang saling melukai. Pedih hati ini menyaksikan hari raya diwarnai luka dan prasangka. Hancur perasaan ini diaduk-aduk rasa takut.

Kesuraman dan kesunyian melingkupi hati. Apa yang ditakutkan terjadi. Hari raya menjadi momen yang buruk. Young Lady cantik bermata biru sama sekali tak setuju bila hari raya dianggap sebagai pembenaran untuk membicarakan hal-hal tidak etis. 

Ngobrol tentu boleh, tetapi apakah hal tidak etis seperti itu harus diumbar? Apakah prasangka harus terus-menerus dilontarkan? Dan pantaskah terus-menerus mempertontonkan pertengkaran di depan anak cantik? Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun