iPhone Ayah Calvin tertinggal di pinggir ranjang. Jose mengambilnya. Ayah Calvin mengizinkan Jose memainkan smartphonenya. Di handphone cantik berlogo apel tergigit itu, tak ada aplikasi sensitif. Hanya ada foto, beberapa dokumen, sejumlah video, dan game yang biasa dimainkan Jose.
Tengah asyik main game, benda silver itu bergetar. Ada e-mail. Tak sengaja Jose membacanya.
"Ayah, ada undangan dari grup pewara." Jose memberi tahu ketika Ayah Calvin kembali ke sisinya.
Wajah Ayah Calvin berubah suram. Dibacanya e-mail itu. Seminggu sebelum hari raya, masih ada grup yang repot-repot mengadakan acara itu. Tapi, bukan acaranya yang membuat Ayah Calvin sedih. Ingatannya melayang ke studio itu, kamera-kamera itu, teks berita itu, dan jadwal liputan itu. Ah, rasanya sudah lama sekali.
"Ayah datang kan?" pinta Jose penuh harap.
Melihat wajah innocent Jose, Ayah Calvin tak bisa menolak. Setelah kejadian kemarin, mana mungkin ia membuat anaknya bersedih lagi?
** Â Â
Acara itu berlangsung di lantai delapan sebuah hotel five-star. Mantan pewara, maupun yang masih aktif di dalam, berbagi meja dan cerita. Tak ada sekat pemisah.
Jose jadi tahu banyak tentang Ayahnya. Ayah Calvin punya kualifikasi dan bakat ke arah situ. Suara sang ayah bagus, karakter suara yang dicari-cari produser program berita. Paras tampan membuat Ayah Calvin dilirik mereka.
"Calvin, Calvin sini!" Sesosok pria berjas dark brown menarik tangan Ayah Calvin. Mengajaknya bergabung di meja yang sama.
"Kami baru saja membicarakanmu."