Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vihara Memeluk Tasbih

19 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 19 Mei 2019   06:11 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Borobudur (Pixabay)

"Ayah! Ayah!" seru Jose memanggil-manggil Ayah Calvin.

Lima menit berselang, Jose menemukan apa yang ia cari. Pria tinggi semampai berjas hitam, berkacamata, dan berparas pucat tapi tampan itu...siapa lagi kalau bukan Ayah Calvin Wan? Ayah Calvin tengah berpelukan dengan seorang wanita tua berjubah kuning-kemerahan.

"Lama tidak bertemu, Ayya." kata Ayah Calvin lembut.

Wanita yang dipanggil Ayya itu tersenyum. Gurat-gurat usia di wajahnya nampak semakin jelas.

"Kalau saya bawakan ini untuk Ayya...tidak melanggar 311 Pattimokhasilla kan?"

Seraya bertanya begitu, Ayah Calvin menyerahkan sekotak blackforest dan sekeranjang buah-buahan. Wanita berwajah keibuan itu menerimanya. Ada binar bahagia di mata tuanya.

"Ini bukan Pindapata, Ayya. Anggap saja anak memberi hadiah pada ibunya. Dari dulu saya tak punya ibu..." ujar Ayah Calvin.

Jose terpaku. Ayah Calvin menganggap wanita berjubah itu seperti ibunya? Ah, kasihan Ayah. Tak jauh beda dengan dirinya sendiri. Bukankah Jose juga tidak punya Bunda?

"Iya. Calvin anakku, mengapa kau masih peduli pada vihara ini? Mengapa kau masih mau membiayai renovasi, pembuatan buku paritta, dan lainnya?" Si wanita bertanya.

"Karena cinta. Saya mencintai tempat ini, meski bukan lagi bagian darinya. Perbedaan tergambar nyata, dan saya mencintainya. Cinta membuat perbedaan tak terasa lagi pedihnya." Ayah Calvin menjawab penuh ketulusan.

Cinta? Perbedaan? Benak Jose dibingungkan dua kata itu. Akan tetapi, hatinya terasa sejuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun