Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jose Cinta Ayah Calvin Karena Allah

7 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 7 Mei 2019   06:33 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa ya, orang-orang susah mengerti? Apa lagi orang dewasa tuh. Orang dewasa sering mikir jelek. Apa yang mereka pikirin belum tentu benar. Mereka langsung mikir jelek tapi nggak tahu kenyataan.

Kamu harus tahu. Ayah Calvin nggak pernah makan-minum di depan aku dan para pelayan di rumah. Ayah Calvin pengertiaaaan banget. Beda sama Adi dan orang-orang yayasan. Harusnya semua orang belajar sama Ayah Calvin.

Sehelai surat terbuka di karpet. Tulisannya berantakan sekali. Tadi sebelum tidur, Jose tergerak menulis surat untuk Andrio. Walau ia tahu, sahabat Sunda-Inggrisnya itu tak mungkin lagi membalas.

**  

"Papa...aku kena kanker lagi." Ayah Calvin bergumam lirih.

Ia berlutut di karpet, menangkupkan pigura foto Papanya. Jarang, jarang sekali Ayah Calvin bercerita. Sebisa mungkin ia menyembunyikan kesakitannya dari siapa pun. Ayah Calvin tak pernah menggunakan penyakit sebagai alasan untuk menyusahkan orang lain.

"Kali ini aku harus lebih kuat. Jose butuh aku. Siapa lagi yang mendampinginya kalau bukan aku?" ucapnya lagi, perih.

Lengan jasnya tersingkap. Masih ada luka-luka gores di sana. Tempo hari, Paman Revan menanyainya. Si mata biru itu bertanya mengapa tangan Ayah Calvin baret-baret begitu. Seperti biasa, Ayah Calvin hanya tersenyum sambil menggoyangkan lengan jas mahalnya. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, itu maksudnya.

Seorang ayah yang baik akan melindungi anaknya. Mereka tak perlu tahu. Luka-luka Ayah Calvin karena Jose. Jose harus melawan monster bernama self injury. Perih hati Ayah Calvin tiap kali melihat anak tunggalnya melukai diri. Biarlah tangannya jadi korban.

"Apa aku menulis lagi saja, Pa? Menulis sebagai terapi jiwa...sudah lama aku tak menulis." Ayah Calvin berbisik, mengusap foto Papanya.

Sudah berhari-hari Ayah Calvin tak menulis di blognya. Tekanan, luka, rasa bersalah, kesedihan, dan kesakitan menguras habis energinya. Apa sebaiknya ia kembali menulis lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun