Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Langit Seputih Mutiara", Jangan Ucapkan Kata Pisah

15 November 2018   06:00 Diperbarui: 15 November 2018   06:08 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Pixabay.com

Bagi Arlita, melatih kesabaran sama seperti berlatih menulis naskah filler untuk radio. Semakin sering membuat filler, semakin mahir penulisnya. Ilmu sabar dipelajari tiap hari. Jenis ilmu tingkat tinggi. Hanya Tuhan yang bisa menilai. Ilmu sabar dipelajari dari lahir hingga mati.

Kesabaran Arlita ratusan kali lipat lebih besar sejak Abi Assegaf jatuh sakit. Merawat penderita kanker itu berat. Biar orang-orang sabar saja yang melakukannya. Setiap hari bagai penentuan. Apakah ini yang terakhir? Ataukah masih ada hadiah Tuhan di hari lain?

Lihatlah, apa yang dilakukan Arlita di pagi berawan ini. Mula-mula ia mengecek menu sarapan telah tersedia di ruang makan. Lalu ia kembali naik ke atas. Pagi ini, Arlita dan Abi Assegaf berdua saja di rumah. Syifa ada jadwal kuis. Adica berkeras siaran Harmoni Pagi.

"Assegaf...Assegaf, kau dimana, Sayang?" panggil Arlita cemas.

Kamar bernuansa biru laut itu kosong. Jantung Arlita nyaris berdetak. Mungkinkah suaminya kenapa-napa? Ia buka pintu kamar mandi. Kosong. Arlita lega karena tak menemukan bercak darah atau sosok pucat di dalam bathtub. Ia beralih ke balkon. Pelan dibukanya pintu kaca.

"Alhamdulillah kau ada di sini, Sayang. Kukira kau kenapa..." desah Arlita.

Abi Assegaf duduk di sofa hitam berbentuk dadu. Pesawat radio mungil tergeletak pasrah di dekat kakinya. Satu tangannya membekap dada. Entah kesakitan, entah kedinginan. Pelan-pelan Arlita mendekat. Mengajaknya turun sarapan. Abi Assegaf menggeleng lemah. Saatnya ilmu sabar dimanfaatkan.

"Ada apa, Sayang? Kamu anorexia lagi?"

"Tidak...aku hanya..."

Tepat pada saat itu, suara barithon Adica terdengar dari radio.

"97.6 FM Refrain, Brilian and inspiratif. Pendengar, masih bersama saya, Adica Wirawan Assegaf, di Harmoni Pagi. Sajian musik dan informasi akan menemani Andahingga pukul sembilan nanti. Pendengar, bagi Anda yang sedang dalam perjalanan ke tempat beraktivitas, hati-hati. Masih ada operasi zebra sampai tanggal 12 November...dan buat Anda yang berkendara sambil membawa keluarga, sahabat, atau orang lain, jaga keselamatan bersama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun