Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Selingkuh Hati Malaikat Tampan] Pencari Jalanmu

18 September 2018   06:00 Diperbarui: 18 September 2018   06:17 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya beristirahat sebentar di kamarnya yang nyaman, Calvin bergegas keluar dari Anwar Al Madinah Moevenpick Hotel. Satu dari 41 pintu masuk Masjid Nabawi terletak di samping hotel. Calvin beradu cepat dengan waktu, mengejar Subuh.

Targetnya, empat puluh kali shalat di Masjid Nabawi. Bukankah pahala shalat di Masjidnya Rasulullah ini setara dengan seribu kali shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram? Delapan hari Calvin di Madinah. Ia bertekad takkan melewatkan shalat wajib ditambah shalat sunnah di sini.

Kini, dia bisa beribadah lebih tenang. Tak seperti dua tahun lalu. Waktu itu, Calvin memakai penutup wajah selama Umrah. Kecuali saat shalat dan thawaf. Pasalnya, tak sedikit jamaah asal Indonesia dan Malaysia yang minta berfoto. Kesempatan beribadah sambil bertemu blogger dan mantan peragawan idola mereka.

Usai shalat Subuh, Calvin tak langsung kembali ke hotel. Ia kunjungi makam Rasulullah. Khusyuk berdoa di sana. Menatapi kubah hijau di atas makam. Menghayati doanya. Beberapa hari yang berkesan di kota suci tempat hijrahnya Nabi Muhammad. Selama di Madinah, Calvin merasakan manisnya ibadah berkali-kali lipat. Manisnya Mammoul-makanan ringan khas Arab Saudi berupa kue kering berisi selai kurma-kalah jauh dengan manisnya beribadah di tempat suci.

Tepat ketika ia menyelesaikan doanya, waktu sunrise tiba. Calvin bergegas mengambil posisi yang tepat. Tak ingin ketinggalan momen indah ini.

Langit kelam sontak berubah terang. Rona jingga menyapa. Garis-garis merah keemasan cahaya pertama matahari pagi terlukis sempurna. Semburat sinarnya jatuh di atas payung-payung ikonik Masjid Nabawi yang mulai mengembang. Sinar yang jatuh terpantul indah dari payung-payung raksasa. Sunrise di Masjid Nabawi begitu indah.

Kilauan jingga-merah-keemasan berpadu indah dengan kilau emas dan marmer yang dominan di seputar masjid. Jejeran tiang berbaris rapi dan simetris. Masjid super luas ini diperindah dengan tujuh ton emas.

Puas menikmati mahakarya Allah Yang Maha Cinta, Calvin berjalan ke interior Utsmaniyyah. Interior ini menandai luas masjid 50x50 meter yang awalnya dibangun Nabi. Dulunya, Nabi Muhammad membangun masjid yang kecil dengan jamaah sedikit. Nabi dan para sahabatnya shalat berlantaikan pasir, beratapkan langit.

Di sela prosesi umrah, Calvin masih sempat menulis artikel. Tentu saja tanpa menyebut-nyebut pengalaman umrahnya. Seperti biasa, tulisannya hanya berfokus tentang bisnis, ekonomi, dan humaniora. Tak satu pun teman blogger yang tahu jika ia sedang ke tanah suci.

Selama umrah, Calvin hanya berkomunikasi dengan sedikit orang: Silvi, Calisa, Revan, Dokter Tian, Suster Adinda, dan tiga keponakan. Dia rutin video call dan mengirimkan foto-foto perjalanannya. Walau begitu, Calvin tak lupa tujuan utamanya datang ke sini: mencari jawaban.

Doa terus ia lantunkan dalam hati. Bukankah berdoa di tanah suci akan dikabulkan? Selain berdoa, tak hentinya ia meminta ampun. Di sinilah Calvin menyadari tak terhitung banyak kesalahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun