Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenangan Malaikat Tampan, Denting Piano di Bukit Doa

29 Agustus 2018   05:55 Diperbarui: 29 Agustus 2018   08:42 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Selamat ulang tahun. Happy birthday. Doum gnn kutlu olsun. Zhu ni zheng ri kuai le."

Revan tersenyum ceria, menjabat erat tangan Calvin. Anak lelaki tampan itu bergeser ke samping kiri, meletakkan kadonya di tumpukan paling atas.

"Tadinya aku mau kasih jam tangan. Tapi nggak boleh sama Om Effendi. Katanya, jam tangan diyakini pertanda kematian kalau dijadiin kado ultah. Kasih sepatu juga nggak boleh. Nanti bisa-bisa yang ultah kabur pakai sepatu itu." jelas Revan.

Calvin tetap saja diam. Namun, sorot matanya bicara. Terpancar rasa terima kasih di mata sipit bening itu. Revan mengerti, sangat mengerti.

Nuansa merah mendominasi pesta ulang tahun Calvin. Selimut-selimut merah yang digantungkan di dinding menjadi dekorasi tak biasa. Merah, warna kegembiraan dalam tradisi Tionghoa. Telur-telur yang direbus dan diberi pewarna merah pada cangkangnya berjajar rapi. Shiuto, kue merah muda berbentuk mirip bakpau dengan isian bubuk kacang, tersaji di nampan perak. Kue satu ini perlambang keabadian dan umur panjang.

Meski kental dengan ketionghoaannya, pesta ulang tahun ini pun tak jauh berbeda dengan pesta-pesta ulang tahun lainnya. Di meja marmer yang paling tinggi, terdapat sebentuk tart berhias lilin dengan angka 10 di atasnya. Tumpukan kado makin meninggi. Kalah saing dengan gunungan karangan bunga ucapan selamat ulang tahun kiriman relasi bisnis Tuan Effendi. Dim sum, siomay, brownies, puding, es krim, pai apel, dan beberapa jenis makanan lainnya disajikan.

"Ayolah...ini kan tanggal 9 Desember. Masa Calvin sedih di hari ulang tahunnya?" hibur Revan.

Diam, tetap saja diam. Sosok tampan yang telah bertambah tinggi cukup pesat itu menatap hampa ke luar jendela, ke arah langit yang memuntahkan hujan. Wajahnya pucat dan muram.

"Sini, jangan lihat hujan terus. Tuh lihat, kamu dapat banyak kado. Oh iya, Om Effendi kasih apa?"

Sebagai jawaban, Calvin menunjuk amplop merah di dekat nampan Shiuto. Revan memungutnya. Menimang-nimang amplop tebal itu. Sepertinya isinya Angpau. Pastilah jumlahnya genap. Memberi angpau berjumlah ganjil di hari ulang tahun melambangkan kesepian dan ketidaksempurnaan. Sebaliknya, genap menandakan kesempurnaan.

"Wow...pasti banyak banget. Kamu bisa beli apa aja, Calvin. Beli robot-robotan, mainan yang banyak, beli buku..." Revan berkata antusias, mengembalikan amplop itu ke tempatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun