Tubuh membeku itu diguyur cairan kimia beraroma menusuk. Rona pucat pasi di wajahnya tak memudarkan kerupawanan. Walau sangat tampan, tetap saja tubuh itu beku. Tak bergerak, lemah, tak berdaya.
"Tadi aku ditekan Papa. Calvin, kau sendiri yang mengajariku bahwa kita tidak boleh melarikan diri saat tertekan. Kautuliskan itu di artikelmu. Bahkan artikel itu menjadi headline, kan? Ah aku ingat sekali." Evita tertawa lembut.
"Aku takkan lari. Aku akan tetap di sini, bersamamu. Hanya satu yang kuinginkan: dirimu."
Tubuh membeku itu diam, tetap diam. Ia diam dalam ketampanannya, kelembutannya.
"Masih ingat saat kau masih dirawat di rumah sakit, Sayang? Dengan terpaksa, aku harus memaksamu masuk dalam kehidupan yang tidak kauinginkan. Tubuhmu ditempeli berbagai peralatan medis. That's not life, begitu katamu berulang-ulang. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak punya pilihan lain. Aku menginginkan yang terbaik untukmu. Dalam pikiranku saat itu, malaikat tampan bermata sipitku harus sembuh."
Awan-awan di bola mata Evita memecah menjadi hujan. Ia terisak. Pilu, pilu sekali.
"Aku ingat, di ruangan ini kamu pernah muntah darah. Akulah yang menyeka darahmu. Waktu kamu mimisan, aku juga yang datang membersihkan darahmu. Jika aku bisa, ingin sekali kupindahkan penyakit laknat itu ke tubuhku. Biar aku saja yang sakit, jangan kamu..."
Evita terisak-isak. Air mata membasahi maskernya. Biarlah orang-orang tak memahami. Cukup dirinya yang merasakan. Beginilah caranya mencintai Calvin.
Selesai, bisik hati kecilnya. Ia angkat tubuh membeku itu dari bathtub. Dibawanya tubuh sedingin es itu kembali ke ranjang. Seperti biasa, Evita memakaikan baju dan merapikan penampilan sang suami tercinta. Semua itu ia lakukan dengan penuh kasih sayang.
Perlahan dilepasnya sarung tangan dan masker. Evita menciumi wajah Calvin. Ia ambil iPad. Sejenak membuka portal informasi yang memuat tulisan-tulisan Calvin. Lembut membacakan tulisan terakhir Calvin yang tadi diingatnya.
"Tulisan-tulisanmu sangat menginspirasi. Oh...bahkan ada pembaca yang bertanya, kapan kamu akan menulis lagi? Kau akan tetap diingat di hati para pembacamu, Calvin."