Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tubuh Membeku Itu Tak Terlepas

7 Agustus 2018   05:12 Diperbarui: 7 Agustus 2018   06:51 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aroma lavender yang disemprotkan pengharum ruangan tak memudarkan aroma lain mirip karbol. Evita sudah terbiasa, sangat terbiasa. 

Dilangkahkannya kaki ke dekat ranjang. Dipandanginya sesosok pria tampan yang terbaring lemah. Ranjang putih seukuran king size itu menjadi saksi bisu. Saksi bisu kegilaan seorang perempuan.

"Selamat pagi, Calvin. Waktunya aku membersihkan tubuhmu." sapa Evita hangat.

Ia membungkuk, mengecup lembut kening Calvin. Sekali lagi melempar pandang penuh cinta ke arah seraut wajah pucat itu. Ya, wajah Calvin sangat pucat. Seolah tak ada lagi aliran darah. Meski pucat, hal itu tidak mengurangi ketampanannya.

Dengan lembut, Evita mengangkat tubuh Calvin. Tubuh itu kurus, sangat kurus. Tak lagi terasa berat. Mudah bagi Evita mengangkat tubuh suaminya sendiri.

Ini rutinitas paginya. Evita sendiri yang memandikan suaminya sejak sang suami sakit parah. Tak pernah dibiarkannya tangan-tangan asing menyentuh Calvin. Cukup tangannya sendiri yang boleh menyentuh tubuh tinggi yang dulunya atletis itu.

Air hangat, wangi sabun, dan busa bergulung-gulung di udara. Evita begitu telaten merawat dan membersihkan tubuh suaminya. Senyum tipis yang terukir di bibirnya saat memandikan Calvin begitu tulus. Kedua tangannya membersihkan inci demi inci tubuh itu dengan lembut dan penuh kasih.

Selesai memandikan, Evita memakaikan jas ke tubuh Calvin. Pagi ini ia pakaikan suite Bottega Veneta ke tubuh pria belahan hatinya. Evita tak pernah lupa, jas adalah jenis pakaian favorit Calvin. 

Ia mengoleksi banyak sekali jas dari berbagai brand. Koleksi jas miliknya tidaklah murah. Semuanya sangat mahal, bahkan beberapa di antaranya limited edition.

"Kau tampan sekali, Calvin." puji Evita, tersenyum manis.

Dia pun merapikan rambut Calvin. Helai rambut yang menipis karena efek samping kemoterapi. Teringat hal itu, tenggorokan Evita tercekat. Masih segar dalam ingatan, Calvin begitu menderita selama menjalani terapi menyakitkan pembunuh sel kanker. Beberapa kali Calvin masih mampu menahan sakit. Namun, itu tak lama. Evita tak tega tiap kali mendengar Calvin kesakitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun