Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi 2] Fanatisme Menggores Luka

15 Juli 2018   05:43 Diperbarui: 15 Juli 2018   08:01 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dia berkeras menginginkanku berhenti menjadi perawat. Dalam pandangannya, wanita bekerja itu haram. Tempatnya wanita ya di rumah. Dia juga memaksaku berhijab. Sudah kuturuti, walau terpaksa. Dia juga membawaku ikut pengajian-pengajian aneh yang diadakannya di rumah peristirahatan kami. Kau tahu kan, aku tidak suka acara seperti itu? Aku senang belajar agama, tapi dengan caraku sendiri. Aku hanya ingin belajar agama secara mandiri, bukannya mengikuti kajian keislaman yang penuh doktrinasi. Terakhir dia menyuruhku bercadar. Tapi aku tak mau. Inilah hasilnya."

Dinda menunjukkan luka-lukanya. Air mata meleleh, membasahi pipi.

"Laa haula wala quwata illa billah." Calvin memejamkan mata, tak menyangka derita wanita pelukis masa lalunya seberat itu.

"Aku tak kuat lagi, Calvin. Pernikahan ini membuatku tersiksa. Reno melarangku mengadu pada Mas Cinta. Dia mengancam, aku akan disiksa lebih kejam lagi kalau aku tetap mengadu. Demi Allah, kau seratus kali lipat lebih baik dari dia, Calvin." Dinda terisak.

Dalam gerakan slow motion, Calvin memeluk Dinda. Keduanya berpelukan di bawah langit biru bersih, kilau keperakan air mancur, dan hamparan bunga. Pelukan mereka begitu erat, seakan tak ingin saling melepaskan lagi untuk selamanya.

Wanita di pelukannya begitu rapuh. Calvin tahu itu. Wanita ini begitu cantik, namun teramat rapuh dan terlanjur mengalami luka-luka dalam. Berbeda dengan Syifa, Dinda memiliki sisi kerapuhan yang terlihat jelas. Ia tak repot-repot menyembunyikannya. Tanpa sadar, Calvin membandingkan Dinda dengan Syifa.

"Bukan hanya itu," kata Dinda tetiba, nadanya putus asa.

"Reno juga tipe suami yang rasis. Dia sering membandingkanku dengan wanita yang disebutnya...maaf, Pribumi. Aku juga tidak tahu mengapa bisa begitu. Stereotip itu kejam, Calvin."

Naasnya Dinda menikah dengan pria fanatik dan rasis. Menganggap diri Pribumi, warga asli suatu bangsa, dan menganggap orang lain yang memiliki darah campuran dengan etnis lain, sebagai Non-Pribumi. Lalu melekatkan stereotip seenaknya.

"Sabar ya...aku akan membantumu." janji Calvin penuh kesungguhan.

Belum sempat Dinda menanggapi, terdengar deru mobil disusul sebuah sedan berwarna grey menepi di depan gerbang. Pemiliknya turun dari mobil. Melangkah gagah namun penuh amarah memasuki halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun