Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi 2] Rumah Kenangan, Bahasa Cinta

14 Juli 2018   05:50 Diperbarui: 14 Juli 2018   06:53 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Albert mengangguk. Revan diam saja. Sukses membuatnya dihadiahi sikutan sang dokter Onkologi.

"Pak Rektor kok diam saja?" tegurr Albert setengah kesal.

"Aku tahu kenapa Calvin sesedih ini. Dia sangat kehilangan Silvi. Silvi..."

Kata-kata Revan menggantung di udara. Seperti akhir sebuah novel yang dibiarkan menggantung oleh penulisnya. Bahkan Anton dan Albert pun ikut terdiam. Revan ternyata masih menyalahkan dirinya sendiri.

Sering terbersit di pikiran Revan untuk mengembalikan Silvi ke pelukan Calvin. Namun, Silvi ternyata lebih menginginkan ayah kandungnya dibandingkan ayah angkatnya. Ironis, Silvi membenci Calvin. Sementara Calvin sangat menyayanginya.

Lama keempat sahabat itu tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Seakan trance, seakan terhipnotis lamunan mereka. Atau sengaja mengulur waktu untuk meninggalkan rumah indah ini. Rumah penuh kenangan ini. Selamat tinggal kenangan, selamat tinggal deraian memori.

**      

Helaian rambut panjang hitam itu tergerai rapi. Pemiliknya memilin-milin rambutnya gelisah. Sejak tadi pandangannya tertuju ke pintu kantor. Dimanakah staf-stafnya?

Malam itu, Syifa mengundang lima belas staf kepercayaannya untuk rapat. Mereka staf-staf yang loyal dan kompeten. Selama ini, merekalah yang membantu Syifa mengurus Global Classica Kindergarten. Taman kanak-kanak berfasilitas lengkap yang dibangunnya dengan bantuan Adica. Sayangnya, kini taman kanak-kanak itu tengah terhimpit masalah besar.

Sepuluh menit kemudian, setengah dari orang kepercayaannya datang. Wajah-wajah di sekelilingnya nampak tegang. Syifa memahami perasaan mereka.

"Syifa, kenapa rapatnya di luar office hour?" Muthia melempar tanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun