Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Spot Belanja Lebaran, Cerminan Status dan Kecemburuan Sosial

9 Juni 2018   04:57 Diperbarui: 9 Juni 2018   05:13 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ya, kira-kira begitu sekelumit cerita perbedaan status. Status apa coba? Status palsu, kayak lagunya Vidi Aldiano? Bukan dong. Status sosial, Kompasianers.

Young Lady tak mau munafik. Ada jurang pemisah yang sangat jelas antara keluarga kelas atas dan kelas bawah. Bahkan dalam satu cabang keluarga besar pun, masih sering ditemui kesenjangan antara satu cabang keluarga dengan cabang lainnya. Belum tentu sebuah keluarga besar memiliki kondisi sosial-ekonomi yang sama. Perbedaan status sosial akan terlihat jelas saat mereka berkumpul. Momennya biasanya saat hari raya.

Ya termasuk dalam soal pemilihan spot belanja Lebaran. Keluarga kelas bawah berbelanja kebutuhan Lebaran di pasar tradisional, pasar malam, atau pasar tumpah. Mereka hanya mampu membeli barang-barang berkualitas rendah karena harganya murah. Berusaha puas hanya dengan sepotong baju baru. Kalaupun yang sudah punya anak, lebih memprioritaskan anaknya. 

Orang tua dari kelas bawah lebih pandai mengalah dalam urusan belanja Lebaran. Anggaran belanja tipis, cukup buah hatinya saja yang dipermanis dengan baju baru untuk hari raya. Mereka pakai baju lama saja.

Sedangkan keluarga kaya lebih memilih menyerbu mall, factory outlet, butik, dan gerai-gerai Parisians. Mereka memburu baju-baju branded dengan harga selangit. Kaum jet set, sosialita, dan anak-anak mereka saling berlomba memilih baju terkeren dan termahal untuk dipamerkan di hari kemenangan. Tak cukup satu, tiga hingga sepuluh potong baju mereka sikat habis. Uang berjuta-juta mereka kuras untuk budget belaanja Lebaran. Kan simpanannya banyak, investasi dimana-mana. Atau bisa jadi ada uang haram hasil korupsi dan menyunat dana proyek sana-sini.

Gemerlapnya mall dan pusat-pusat perbelanjaan mewah amat kontras bila disandingkan dengan jejalan ratusan orang kecil dan termarginalkan di lorong-lorong sempit pasar tradisional. Dua spot belanja Lebaran itu bagai langit dan bumi. Anehnya, sering kali dua spot belanja itu dibangun berdampingan. Menciptakan pemandangan ironis yang menggugah hati. Objek foto yang menarik untuk pegiat fotografi bidang human interest.

Cobalah sesekali datang ke spot-spot itu. Amati kontradiksi yang tercipta. Lihatlah secara langsung potret kecemburuan dan perbedaan status sosial yang sangat jauh. Bila kalian telah melakukannya, Young Lady yakin, akan timbul rasa peduli di hati. Yang di pasar tradisional cemburu pada yang melenggang cantik di mall. Yang jalan-jalan cantik di mall tertawa senang karena bisa membuat iri orang kelas bawah. 

Eits, jangan lupa OOTD dulu di IG-nya, sambil caption soal spot belanja Lebaran yang mewah. Biar followersnya iri dan hanya bisa gigit jari. Bukankah mayoritas pengguna sosmed yang memposting sesuatu, tujuannya untuk membuat orang lain iri?

Itulah ironi antara satu spot belanja Lebaran dengan spot lainnya. Kompasianers, pernahkah kalian melihat atau merasakan ironi semacam itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun