Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Sahur "on The Road", Amal atau Kekacauan?

4 Juni 2018   03:45 Diperbarui: 4 Juni 2018   03:45 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Jangan tertawakan Young Lady ya. Sebenarnya, seumur-umur Young Lady belum pernah ikutan sahur on the road. Kegilaan atau kebodohan, menulis pandangan tentang sebuah kegiatan yang belum pernah dilakukan.

Ah biarlah seperti kata Nidji di lagunya. Biarlah Young Lady menulis cantik tentang sahur on the road walaupun belum pernah ikutan.

Anyway, di sini ada Kompasianers yang sudah pernah ikutan? Kalau sudah, cerita dong sama Young Lady cantik. So far, Young Lady baru sebatas mendengar cerita orang terkait kegiatan satu ini.

Fyi, sahur on the road bukanlah ajaran agama Islam. Tapi tradisi, budaya, kegiatan musiman yang ada hanya di bulan Ramadan. Adanya hanya di Indonesia saja. Di negara lain yang mayoritas penduduknya Muslim, setahu Young Lady tidak ada kegiatan sahur on the road. Turki, misalnya. Di sana, jangan harap ada kegiatan macam ini. Tapi sejumlah orang yang membunyikan drum untuk membangunkan sahur dan mengingatkan sahur ada.

Sekali lagi, sahur on the road hanya ada di negeri kita tercinta. Bbiasanya anak muda yang menggagas kegiatan ini. Merekaa akan berkeliling menempuh rute-rute yang telah ditentukan, berombongan baik dengan mobil ataupun motor. Lalu membagi-bagikan makanan sahur pada orang-orang di jalanan. Kira-kira gambarannya begitu. Maaf kalau Young Lady salah, belum pernah ikutan soalnya.

Dilihat dari gambarannya, sekilas kegiatan ini positif juga. Anak-anak muda yang punya kepedulian tinggi, turun ke jalan untuk berbagi makanan sahur. Namun, benarkah kenyataannya seperti itu?

Bila sahur on the road bermanfaat, mengapa tahun ini polisi mengimbau warga Bandung tidak mengadakannya? Dilansir dari news.detik.com, warga kota bunga yang cantik dilarang mengadakan kegiatan sahur on the road. Logikanya begini ya. Masa kegiatan yang dipandang positif dan bermanfaat dilarang aparat yang berwajib?

Melalui portal media lain, beritagar.com, Young Lady juga pernah membaca bahwa kegiatan sahur on the road hanya meninggalkan sampah saja. Sahur on the road lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya.

Mudharat? Ok, kata itu yang digarisbawahi Young Lady cantik. Apa sih mudharatnya sahur on the road?

Yang pertama, sampah. Yups, benar. Kegiatan satu ini pastilah meninggalkan sampah. Kesadaran para pelaku kegiatan masih sangat rendah. Begitu juga kesadaran para penerima makanan sahur. Seolah jalanan adalah tempat sampah raksasa. Mereka lupa kewajiban setelah beramal adalah menjaga kebersihan. Katanya, kebersihan sebagian dari iman. Inkonsisten kalau gitu namanya.

Hal lain yang tak kalah krusial adalah ajang kebut-kebutan di jalan. Kendaraan-kendaraan yang mengikuti sahur on the road maunya saling mendahului dan adu kecepatan. Jalanan bukan lagi menjadi universitas kehidupan, melainkan ajang balapan liar. Jalanan yang tadinya digunakan untuk kegiatan sahur on the road kini digunakan untuk arena adu kekuasaan dan pertaruhan gengsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun