Dear Pak Yusuf Hamka,
Dimana pun Anda berada kini, semoga Anda selalu sehat dan dilindungi Allah SWT. Dalam surat cantik ini, izinkan saya ungkapkan rasa kagum pada Anda.
Sejak awal menyimak aksi-aksi berbagi yang telah Anda lakukan, jujur hati saya disergap kekaguman. Kagum sekali pada Anda. Pada usia 60 tahun masih memiliki semangat tinggi untuk berbagi pada kaum duafa. Kami yang lebih muda sangat perlu belajar dari Anda.
Awalnya saya hanya tahu kalau Anda Ketua Musti (Muslim Tionghoa Indonesia). Pertama kali saya membaca nama Anda di sebuah portal media online terkait berita terbelahnya suara keturunan Tionghoa saat Pilkada DKI 2017. Sampai akhirnya saya tergerak membaca kisah Anda mendirikan warung nasi kuning Pojok Halal. Nasi yang dijual seharga Rp3,000 untuk kaum duafa dan fakir miskin. Luar biasa menurut saya. Di zaman now serba canggih dengan tingkat individualistis tinggi, masih ada figur yang bersedia menularkan virus kebaikan dan berbagi pada orang yang memerlukan.
Pak Yusuf Hamka,
Ramadan ini, saya dengar Anda berbagi makanan berbuka puasa gratis setiap hari. Kalau tidak salah, sasarannya untuk tunawisma dan kaum duafa. Anda juga melibatkan relawan dari agama lain dalam kegiatan ini. Mulia sekali, Pak Yusuf Hamka. Saya tersentuh saat mengetahuinya. Yang membuat saya tersentuh, relawan-relawan yang membantu proses jalannya berbagi, yang terlibat langsung bukan hanya menyumbangkan dana, ternyata para juragan dan tauke beragama Buddha. Anda hebat sekali bisa mengetuk hati mereka untuk melakukan itu. Hebat, mengetuk hati orang-orang besar dan kaya untuk melakukannya di bulan suci.
Saya sepakat dengan pemikiran Anda. Membantu kaum duafa tidak harus dengan uang atau sembako. Justru bantulah yang paling pokok dulu, bantulah yang bisa membekas di ingatan mereka. Apa lagi kalau bukan membantu soal makanan. Totally right. Karena saya juga melakukannya, Pak Yusuf Hamka.
Maaf, bukannya saya bermaksud riya'. Actually, saya juga melakukan kegiatan yang hampir sama dengan apa yang dilakukan Anda dan teman-teman pengusaha di ibu kota sana. Hanya saja, ruang lingkupnya lebih kecil. Saya bukanlah apa-apa dibanding Anda. Tiap hari, selama Ramadan, saya turun sendiri ke jalan dan berbagi makanan untuk orang-orang yang membutuhkan. Kegiatan ini tidak hanya berlangsung saat Ramadan saja, Pak Yusuf Hamka. Di luar Ramadan, saya lakukan ini satu minggu sekali. Saya pilih Hari Jumat sebagai timing yang tepat untuk berbagi.
Pak Yusuf Hamka,
Ada kedamaian saat berbagi. Ketika berbagi, sejenak saya bisa melupakan berbagai masalah hidup. Sesaat saya bisa melarikan diri dari kesepian. Selain menulis dan melakukan kegiatan lain, berbagi adalah pelarian saya. Saya pun bisa banyak belajar ilmu kehidupan selama berbagi. Belajar bersyukur, mengasihi, dan memandang orang lain bukan dari latar belakang etnis dan keyakinannya.
Pak Yusuf Hamka,