Sudah tahu kisah si Alif kecil yang ingin makan ayam kecap dan minum susu kotak? Beberapa hari lalu, kisahnya viral di media sosial. Segera saja setelah kisah Alif viral, bantuan mengalir deras ke tempat tinggalnya di Tangerang.
Nah, lihat itu. Sesuatu yang viral, langsung saja dilirik banyak orang dan menarik puluhan bantuan. Actually, tulisan cantik ini lahir dari gemasnya hati Young Lady cantik. Gemas kenapa? Ya karena sesuatu yang viral itu.
Realitas sosial zaman now: baru mau peduli kalau sudah viral. Apa-apa harus viral. Semuanya harus viral. Mulai dari menu makanan, style berpakaian, sampai eksploitasi kemiskinan, pokoknya harus viral semua. Viral, viral, dan viral.
Sampai kapankah realitas sosial seperti ini akan berlaku? Apakah selamanya akan begitu, seperti lirik lagunya Tulus? Mudah-mudahan tidak.
Rasanya kalau tidak viral, tidak pantas dikenal. Kalau tak viral, tak usah dilirik ya. Apakah yang semua yang viral itu berfaedah dan layak dibantu?
Untuk menjadikan sebuah konten viral, harus melewati media sosial dulu kan? Zaman now, zaman serba medsos. Begitu juga bila ingin memviralkan sesuatu. So pasti harus melibatkan media sosial.
Masalahnya, di media sosial sudah terlalu banyak kepalsuan. Medsos sudah overload dengan konten-konten palsu. Seperti momen liburan palsu, kupon hadiah palsu, foto-foto palsu karena sebagian besar menggunakan aplikasi editing foto, berita palsu, dan status palsu...ups, itu sih lagunya Vidi Aldiano. Tapi beneran kok, ada status palsu. Statusnya di medsos single, available. Tahunya sudah taken. Parah kan?
Apa-apa yang diunggah ke media sosial sebagian besar berbalut kepalsuan. Belum tentu seratus persen benar dan valid. So, apakah yang viral itu juga belum tentu benar?
Bisa saja. Media sosial adalah lahan seluas-luasnya untuk menipu, mengingkari, memutarbalikkan fakta, dan menyebarkan kepalsuan. Jarang sekali ada pengguna media sosial yang benar-benar jujur dan tulus. Buat orang skeptis macam Young Lady, postingan-postingan di media sosial yang sudah kelihatan palsunya tak layak lagi dipercaya.
Ironisnya, justru mengumbar kepalsuan itulah yang justru dikejar banyak orang di era kekinian. Mulai dari generasi Z hingga X berlomba-lomba mengunggah sesuatu di media sosial dan berusaha memviralkannya. Ada yang beruntung, ada yang tidak.
Bicara soal beruntung, viral itu pun keberuntungan. Sampai sekarang Young Lady masih bingung. Mungkin ada yang bisa menjelaskan. Mengapa sesuatu bisa viral? Bagaimana cara memviralkan sesuatu? Konten-konten apa yang akhirnya viral?