Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Mualaf yang Terusir dari Rumah Ibadahnya

27 Mei 2018   05:56 Diperbarui: 27 Mei 2018   05:54 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagaimana rasanya hidup tanpa istri meski usia sudah cukup pantas untuk menikah? Calvin Wan merasakannya. Tak kira-kira, ia rasakan itu selama 20 tahun.

Tak terasa, 20 tahun telah berlalu. Begitu banyak peristiwa terlewati. Jatuh, bangkit, jatuh lagi, bangkit lagi, jatuh lagi. Sepertinya baru kemarin Calvin menerima serah terima jabatan pemimpin perusahaan dari Papanya. Baru kemarin pula rasanya saat perusahaan itu kolaps dan kehidupannya berubah drastis. Hingga akhirnya ada seorang wanita baik hati yang menolongnya. Wanita cantik yang menyelamatkan diri dan perusahaannya.

Penyelamatan itu dibayar dengan harga mahal: pernikahan beda usia dan keputusan pindah agama. Calvin meninggalkan agama lamanya dan beralih memeluk Islam. Wanita itu dan sahabat Turkinya yang memberikan arahan. Petunjuk semata datangnya dari Allah, mereka hanya perantara.

Katakanlah Calvin terlambat menikah. Usia 45 termasuk middle life. Masa-masa 'hidup' yang sebenarnya 'hidup'. Kehidupan di pertengahan. Cinta, karier, dan status sosial seharusnya berada di titik kulminasi pada usia ini. Namun, benarkah begitu?

Nyatanya, Calvin tak bahagia. Pernikahannya bermasalah. Silvi, wanita yang dinikahinya, terpaut 20 tahun. Bukan perbedaan usia yang menjadi problema, tetapi rasa yang memudar. Rasa yang dipudarkan oleh ketenaran, prestise, dan kekayaan.

"Kamu dimana, Silvi?"

Dalam tidurnya, Calvin menyebut nama Silvi. Pria yang tetap tampan di pertengahan usia 40-an itu mengerang kesakitan. Sakit, sakit sekali. Bukan hanya sakit di kepalanya, tetapi juga di hatinya.

Seorang laki-laki muda berkemeja hitam polos dan wanita lugu berkuncir dua saling tatap. Pikiran mereka sederhana: yang penting tuan mereka sehat dan bahagia. Mereka asisten-asisten yang loyal, telah lama bekerja di rumah besar Silvi dan Calvin.

"Kasihan Tuan. Sepertinya Tuan sangat merindukan Nyonya." bisik si lelaki muda sedih.

"Nyonya keterlaluan. Tuan sebaik ini disia-siakan. Tuan Calvin sakit saja, Nyonya tak ada di sini." balas si wanita dengan nada ketus.

"Sssttt...jangan begitu. Nyonya kan majikan kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun