Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi] Kata-kata Penebar Firasat

27 Maret 2018   06:58 Diperbarui: 27 Maret 2018   07:52 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gerbang kompleks perumahan elite tempat tinggalnya dia lewati. Tak sabar rasanya segera bertemu Silvi. Sedikit ia naikkan kecepatan mobilnya. Di tikungan depan sebuah blok, ia terpaku. Sebuah kursi roda melaju di tepi jalan. Didorong dengan cepat oleh sepasang tangan mungil. Calvin mengenalinya, sangat mengenalinya.

Tidak, ia tak boleh mengulang kesalahan yang sama. Pemakai kursi roda itu tidak boleh celaka lagi gegara kesalahannya. Rem mobil berdecit panjang. Terburu-buru pria tampan itu turun dari mobil.

"Silvi...kenapa kamu di sini, Sayang?" tanyanya seraya membungkuk di depan kursi roda.

Air muka Silvi makin keruh. Ia menunduk, memainkan kunciran rambutnya.

"Ayah mau nabrak Silvi lagi? Ayah mau bunuh Silvi?" teriaknya marah.

"Tidak, Sayang. Sama sekali tidak. Tadinya Ayah mau jemput Silvi di rumah Auntie Syifa. Tapi..."

"Bohong! Ayah pasti mau buat Silvi kecelakaan lagi kayak waktu itu!"

Jemari tangan Silvi bergetar saat ia menunjuk kedua kakinya. Kaki yang telah lumpuh. Tak mungkin disembuhkan lagi. Calvin menatap sendu putrinya. Ya Allah, dialah penyebab lumpuhnya kedua kaki itu.

"Gara-gara Ayah, Silvi lumpuh! Silvi nggak bisa jadi model lagi! Silvi benci Ayah!"

Sekali lagi, kata-kata kebencian itu terlompat dari bibir Silvi. Calvin terenyak. Hatinya sedih luar biasa. Kesalahannyalah Silvi lumpuh. Parahnya, ia malah meninggalkan Silvi setelah kecelakaan itu dan membiarkan Tuan Effendi yang mengasuhnya.

"Maaf, Silvi. Ayah minta maaf. Sekaranglah saatnya Ayah menebus semuanya." Seraya berkata begitu, Calvin mengubah posisinya. Berlutut di depan kursi roda, dipeluknya putri satu-satunya erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun