Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Melodi Silvi] Garis Pemisah Cinta dan Benci

19 Maret 2018   07:25 Diperbarui: 19 Maret 2018   08:48 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
powerofpositivity.com

Namun di hati percaya terangkan kembali

Beranikan diri (Isyana Sarasvati-Lembaran Buku).

***

Kesunyian yang telah lama melingkupi rumah besar bertingkat dua dengan warna dominan putih itu dipecahkan oleh denting piano dan alunan suara bass yang empuk. Saat menyanyikan lagu itu, ia teringat Silvi. Pastilah seperti itu gambaran perasaan Silvi padanya. Menyedihkan, cinta dan bahagia terselimuti benci.

Setelah empat tahun berlalu, akhirnya Calvin kembali ke rumahnya. Rumah pribadi bergaya neo klasik, rumah yang dibelinya dari hasil kerja kerasnya sendiri. Bukan warisan Papanya, bukan pula hadiah dari keluarga besarnya.

Lantai satu digunakan sebagai ruang tamu, ruang santai, pantry, dan perpustakaan. Terdapat dua kamar di sana. Di lantai dua, terdapat ruang santai yang jauh lebih kecil, dilengkapi furniture dan grand piano hitam. Terdapat satu kamar utama dan dua kamar yang lebih kecil namun tak kalah mewah. Tiap kamar dilengkapi balkon dan kamar mandi pribadi.

Lantai marmer, pajangan kristal, sofa Chesterlief, perabotan mahal, dan lampu gantung Spectra Crystal mencerminkan pemilik rumah ini sangat kaya. Di atas garasi, terdapat rooftop garden. Formatnya berupa Green Roof Garden dengan beberapa tanaman dan boxwood sebagai bangku tamannya.

Bukan Calvin Wan namanya bila tak menyukai keindahan. Tanaman hias, bunga-bunga, dan piano menegaskan pria tampan bermata sipit itu menyukai keindahan. Tiba di rumah, hal pertama yang dilakukannya adalah bermain musik. Disaksikan Adica, Albert, Anton, dan Revan dengan kagum.

"Nice," puji Revan. Sisa warna yang semula hilang kini kembali menghiasi wajah pucatnya. Sesaat tadi, ketika memasuki rumah Calvin, Revan melihat kehadiran makhluk-makhluk tak kasat mata di dekat tangga. Revan memiliki mata hati. Ia mampu melihat hal-hal yang tak bisa dilihat orang kebanyakan.

Calvin tersenyum. "Kamu masih shock lihat mereka, Revan? Sorry...rumahku sudah lama tak ditempati. Jadinya begini."

"No problem. Hanya sedikit kaget." Revan berusaha tersenyum, menenangkan sahabat-sahabatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun