Aturan berikutnya, toleransi ketidakhadiran hanya satu kali. Ini kurang manusiawi bagi Young Lady. Panitia penyelenggara kegiatan akademik nampaknya tidak memahami situasi dan kondisi mahasiswa. Bagaimana bila ada mahasiswa yang berhalangan hadir lebih dari satu kali karena alasan akademik  atau alasan mendesak lainnya?Â
Seperti adanya kuliah pengganti di saat jam pelaksanaan tutorial, rapat organisasi yang tidak bisa ditinggalkan, ajang karantina pemilihan kontes duta atau semacamnya, jadwal terapi bila ada yang sakit berat dan tidak bisa diganti ke lain hari. Tidakkah para pengurus tutorial yang notabenenya mahasiswa itu sendiri, melihat dan memahami teman-temannya sesama mahasiswa? Nah, jika tidak hadir lebih dari satu kali, bisa jadi tidak lulus. Tidak lulus tutorial sama saja tidak lulus MKDU yang bersangkutan.
Satu lagi aturan yang tidak kalah aneh: pengaduan soal nilai tidak boleh dilakukan secara individu, melainkan oleh KM (Ketua Mahasiswa) secara kolektif. Peraturan yang sangat, sangat tidak relevan. Tiap individu punya problemnya masing-masing. Bila pengaduannya ditampung pada satu orang saja, kemungkinan besar akan terjadi miskomunikasi.Â
Mengingat setiap mahasiswa punya permasalahan yang berbeda-beda. Parahnya, kesalahan yang sama selalu terulang tiap tahun. Nilai yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas mahasiswa. Banyak pula kasus mahasiswa yang tidak lulus lantaran masalah yang sebenarnya sangat kecil dan bisa dicarikan jalan tengahnya.Â
Kalau pengaduan soal nilai hanya diserahkan pada satu orang saja, apakah itu artinya mahasiswa yang bermasalah tidak boleh menyampaikan dan berhadapan langsung dengan pengurus tutorial?Â
Tidakkah itu sama saja dengan membatasi hak kebebasan berbicara para mahasiswa? Setiap mahasiswa, siapa pun dia, bermasalah atau tidak, berhak berbicara dan mengemukakan pendapat/komplain/aspirasi. Hanya memberikan pengaduan pada KM saja, bila dianalisis lebih jauh, seperti keengganan pengurus tutorial berhubungan dan bersikap fleksibel dengan teman-temannya sendiri sesama mahasiswa. Atau barangkali mereka takut diprotes berjamaah.
Satu lagi peraturan yang layak dikritisi: kelompok pro dan kontra. Format kegiatan tutorial SPAI itu seperti format ILC. Ada kelompok pro dan kontra. Tiap kelas dan jurusan ditentukan, mereka masuk kelompok pro atau kontra. Ini semacam pemaksaan untuk mengikuti kehendak pengurus tutorial. Merekalah yang menentukan, kelas dan jurusan mana yang pro dan kontra.Â
Belum tentu mahasiswa dari kelas tersebut pro atau kontra dengan isu yang dibahas. Bisa saja ada yang pro, ada yang kontra. Ini berarti paksaan. Paksaan agar mahasiswa mengikuti keinginan pengurus tutorial, sekalipun harus berperang dengan pemikiran mereka sendiri. Idealisme yang susah payah dipertahankan, lalu dipaksakan untuk beralih. Melanggar kebebasan berpikir dan berpendapat, kan?
Tak hanya aturan-aturan yang dipaksakan. Ada ketidakprofesionalan di sini. Minggu ini, jadwal kegiatan tetiba diubah. Mulanya Hari Rabu, lalu dialihkan ke Hari Sabtu. Pengumumannya pun mendadak sekali.Â
Perubahan itu diumumkan beberapa jam sebelum waktu kegiatan yang seharusnya. Seperti halnya kata BCL dalam lagunya, kecewa. Ya, kecewa. Bukan kecewa karena menunggu-nunggu kegiatan tutorial lalu tertunda. Melainkan kecewa karena pengumuman yang begitu mendadak dari pengurus tutorial, sementara mereka sudah melakukan persiapan.
Honestly, Young Lady tidak pernah menantikan kegiatan tutorial. Suasananya tidak kondusif. Terlalu padat dan berisik. Sangat tidak seimbang antara suara pembicara dan audience. Suara-suara para audience nyaris mengalahkan suara pembicara. Bagaimana itu disebut kondusif?