Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Takut Jadi Mualaf

11 Maret 2018   05:53 Diperbarui: 11 Maret 2018   08:51 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tepat satu minggu lalu, Young Lady menulis cantik tentang hijab. Ada sebuah komentar dari salah seorang Kompasianer yang menyinggung perasaan. Komentar tersebut menyebutkan rasa malas membaca artikel yang berhubungan dengan agama Islam dan menyebut-nyebut kekristenannya. Terus terang Young Lady jadi agak tersinggung setelah membaca komentar itu.

Tak ada yang memaksa untuk membaca artikel yang berkaitan dengan agama lain. Toh Young Lady cantik tidak merasa rugi bila kehilangan satu pembaca. Masih akan ada banyak pembaca lainnya yang singgah dan membaca tulisan-tulisan cantik Young Lady. Buat Young Lady, penulis tidak butuh pembaca. Justru pembacalah yang butuh penulis. Logikanya begini. Dari mana pembaca bisa mendapatkan konten-konten positif dan bermanfaat kalau bukan dari penulis? Simple saja, kan? Tak usah dibuat repot. Tak mau baca, ya sudah. Young Lady cantik masih punya banyak pembaca setia dan lovers yang bisa mendukung Young Lady kapan saja.

Selanjutnya, soal agama yang dibawa-bawa dalam komentar. Si komentator tak bertanggung jawab di tulisan cantik Young Lady minggu lalu membawa-bawa kekristenannya. Lantaran ia orang Kristen, rasanya malas membaca tulisan yang berhubungan dengan agama Islam. Ini aneh dan tidak bijak menurut Young Lady. Sungguh tidak bijak bila kita membawa-bawa agama dalam komentar. Kecuali bila komentarnya bernada positif, seperti ajakan beribadah.

Sudah membawa-bawa agama, mana mengaku abangnya Young Lady. No way, Young Lady tidak punya dan tidak mau punya kakak lelaki macam itu. Barangkali si komentator mencoba sok akrab atau sok dekat. Sayangnya, Young Lady tidak gampang didekati. Memangnya punya apa sampai mau mendekati Young Lady cantik? Kalau tidak punya apa-apa yang bisa diharapkan, ya sudah. Tak usah dekati. Biar semua lelaki pada takut mendekat.

Back to topic. Apa salahnya seorang Non-Muslim membaca artikel tentang agama Islam? Toh di Kompasiana ini banyak Non-Muslim, dan mereka tidak keberatan membacanya. Non-Muslim pun boleh menulis artikel tentang agamanya. Dan Young Lady pribadi sebagai umatnya Nabi Muhammad yang kece, tak keberatan juga kalau harus membacanya. Memangnya, setelah membaca tulisan-tulisan cantik Young Lady, takut suatu saat nanti jadi mualaf? Bila ada mindset seperti itu, sungguh pemikiran yang sangat dangkal.

Young Lady percaya, hidayah Allah bisa datang dari siapa saja, kapan saja, dan melalui media apa saja. Termasuk media tulisan. Memang Young Lady cantik tak pernah ikut kajian keislaman, tidak aktif lagi di organisasi keagamaan, berhijab pun tidak. Akan tetapi, bukan berarti Young Lady apatis pada Islam dan perkembangannya. Seperti lirik lagunya Fatin, Proud of You Moslem, Young Lady sangat bangga pada Islam. Agama cinta, agama kasih, agama rahmatan lil alamin. So, Young Lady punya cara sendiri untuk menunjukkan keunggulan Islam. Bukan dengan ikut kajian, bukan pula dengan aktif di organisasi keagamaan. Melainkan melalui tulisan cantik di Kompasiana, fiksi-fiksi cantik yang ditayangkan di sini, dan melalui buku-buku yang pernah ditulis Young Lady. Selain lewat tulisan, menunjukkan cerminan sisi baik Islam diperlihatkan lewat sikap dan perbuatan dalam kehidupan nyata. Tak usah banyak kata, tak usah banyak teori. Langsung take action saja. Misalnya dengan konsisten berbagi di Hari Jumat. Konsisten menulis cantik one day one article di Kompasiana ini pun diniatkan dakwah dan ibadah. Jika melakukan sesuatu dengan niat ibadah, maka akan mendapat pahala.

Nah, sekarang masuk ke inti. Apakah dengan membaca satu atau beberapa tulisan tentang Islam, orang Non-Muslim bisa menjadi mualaf? Bisa saja, apa yang tak mungkin bisa menjadi mungkin. Bila Allah sudah campur tangan, segalanya bisa saja terjadi. Kalau takut jadi mualaf hanya karena tulisan, tinggal berdoa saja agar dijaga hatinya pada jalan yang dianggap lurus. Gampang, kan? Tapi sekali lagi, manakah yang lebih berkuasa? Kita atau Allah? Jelas Allah yang lebih berkuaasa. Allah mampu membolak-balikkan hati manusia dengan mudah.

Lagi pula, mengapa harus takut memeluk Islam? Bila hati sudah digerakkan oleh kekuatan Allah, tak perlu takut. Yang murtad saja tidak takut keluar dari Islam, masa mualaf kalah dari murtadin?

Tak perlu takut memeluk Islam. Islam itu agama kasih, agama cinta, agama yang toleran, agama lembut. Bila ada sekelompok ekstrimis dan radikalis yang melakukan pengeboman dimana-mana atas nama Islam dan jihad, mereka bukanlah Muslim. Mereka hanyalah kalangan ekstrimis yang keliru memahami ajaran Islam dan melakukan aksi terorisme demi eksistensi mereka sendiri.

Di dalam teologi Islam, tidak pernah diajarkan terorisme. Bilapun ada ayat yang ada kaitannya dengan peperangan, ayat itu diturunkan dalam situasi terdesak. Misalnya ketika Perang Badar. Mengapa terjadi Perang Badar? Sebab orang-orang kafir mengganggu umat Muslim kala itu. Dengan merusak rumah-rumah serta mengganggu aktivitas perdagangan kaum Muslimin. Maaf bila menyinggung sedikit sejarah Islam. Dan maaf bila ada yang kurang tepat atau salah. Kesimpulannya, Islam bukanlah agama kekerasan.

Selanjutnya, Islam itu agama filantropis dan altruisme. Tidak percaya? Zakat mal untuk apa? Zakat fitrah yang dikeluarkan tiap tahun untuk siapa? Qurban sejatinya untuk apa dan siapa? Untuk orang yang membutuhkan, kan? Apa itu tidak filantropis namanya? Lalu altruisme. Dua bulan lagi, tiba waktunya puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan adalah bentuk altruisme. Saat menahan diri selama belasan jam untuk tidak makan, minum, dan berbagai hal lainnya yang dapat membatalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun