Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasianer Pria, Cobalah Lebih Lembut pada Kompasianer Wanita

18 Januari 2018   05:51 Diperbarui: 18 Januari 2018   13:51 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Kompasianer, Young Lady mau curhat. Curhatnya dengan cantik. Menulis saja bisa cantik, apa lagi curhat. Harus cantik juga.

Young Lady kesal dan gemas. Gegara membaca salah satu komentar di artikel kemarin. Actually, enggan rasanya membahas ini. Tapi kalau dibiarkan saja, nanti kelakuan si komentator makin menjadi.

Sekejap saja, Young Lady langsung tahu kalau Kompasianer satu ini adalah haters. Sebab ia hanya meninggalkan jejak berupa komentar, tanpa vote. Ingat, komentator ya. Bukan voter. 

Lama menulis cantik di Kompasiana membuat Young Lady sadar. Kebanyakan haters kelakuannya hanya dua: cukup jadi komentator yang menebarkan komentar negatif, atau menjadi voter tapi memberi nilai tidak menarik. Opsi pertama lebih sering terjadi.

Nah, kemarin Young Lady kena imbasnya. Haters satu itu hanya menjadi komentator. Mana komentarnya negatif lagi. Hmm...intinya, dia sempat menyinggung tentang frasa Bahasa Inggris dan mengatakan cerita saya tidak bagus. Kira-kira begitulah. 

Di sini Young Lady tak mau sebut kata makian negatifnya. Kalau disebut, nanti Young Lady sama saja seperti si haters ini. Big no, Young Lady tidak mau disamakan dengan haters mana pun. Karena Young Lady itu bermain halus, elegan,  anggun, dan cantik.

Siapa yang tidak kesal diperlakukan begitu? Bayangkan ya, kita sudah lelah-lelah menulis di Kompasiana. Sebisa mungkin membuat tulisan yang bagus, dengan berbagai motivasi tersendiri. Setelah itu ditayangkan di media citizen journalism kesayangan kita. Dibaca banyak orang, dinilai, dikomentari.

Lalu, tetiba saja ada yang melemparkan komentar negatif. Tulisan yang kita buat dengan susah payah, dikomentari negatif tanpa belas kasihan. Kalau komentarnya berupa kritikan, dan kritikan itu membangun, no problem. Tapi, bagaimana bila komentarnya bernada negatif dan hanya ditujukan untuk menjatuhkan mental penulis? Tidak adil kan? Kerja keras kita dibayar dengan komentar pedas.

Tak tahu apa salah Young Lady. Kenal saja tidak dengan si haters, tetiba saja tulisan cantik Young Lady seperti kena breakout. Breakoutnya ya komentar negatif itu. Alergi rasanya membaca komentar itu. Langsung saja Young Lady hapus.

Mungkin si haters sering melihat Young Lady memberikan komentar cantik di tulisan milik Kompasianers lain yang tidak disukainya. Maybe...dia jadi ikutan tidak suka dengan Young Lady cantik. 

Well, ini pasti masih ada kaitannya dengan politik. Media secantik Kompasiana sudah banyak terkontaminasi noda-noda persaingan politik yang tidak sehat. Sudah terlalu banyak buzzer, penebar kebencian, dan akun-akun Tuyul dan Mbakyul yang hanya bisa memaki-maki di kanal politik. Wasting time menurut Young Lady.

Ok fine, memang beberapa waktu lalu Young Lady sempat menulis artikel cantik yang lumayan panjang tentang dukungan Young Lady cantik pada seorang pria hebat super kece mantan Gubernur DKI Jakarta bernama Basuki Tjahaja Purnama. 

Mungkin saja si haters melihat tulisan cantik yang secantik penulisnya ini. Barangkali dia iri karena tak bisa membuat tulisan secantik itu. Rasa irinya dilampiaskan dengan melempar komentar negatif di salah satu fiksi musikal yang sebenarnya cukup cantik waktu kemarin itu. Kan benar kata Joshua dalam lagunya, sirik tanda tak mampu.

Sedikit show off tak apa-apa kan? Kadang-kadang, perlu juga buat show off. Biar posisi kita kuat, dan tidak dipandang sebelah mata. Rasa benci, dan dorongan untuk melempar komentar negatif serta makian, bisa saja motifnya karena iri. Misalnya, iri karena hampir setiap hari tulisan-tulisan cantik Young Lady masuk nilai tertinggi. 

Sering juga tulisan-tulisan cantik itu menempati jajaran terpopuler. Tidak semua Kompasianer bisa merasakan manisnya kenikmatan itu. Hanya Kompasianers yang sudah top dan punya nama saja yang bisa duduk cantik dan anggun di kursi NT.

Dan kalau mau sedikit show off lagi, sepertinya Young Lady Latifah Maurinta Wigati satu-satunya Kompasianer wanita yang berani one day one article. Atau ada lagi Kompasianer wanita lain yang suka melakukannya? Kalau ada, sini peluk Young Lady. Salaman cantik, dan kenalan juga dengan cantik.

Kompasianer pria yang konsisten one day one article di Kompasiana, jangan tanya lagi. Ada beberapa, dan Young Lady kenal baik. Salah satu di antaranya dekat dengan Young Lady. Ia Kompasianer tampan, charming, konsisten, suaranya bagus, dan sering menulis tentang ekonomi, tekno, serta humaniora. 

Inspirasi di balik tokoh "Calvin Wan" yang hadir di panggung Kompasiana. Jangan heran ya, yang cantik biasanya mencari yang cantik lagi, atau yang charming. Pokoknya mencari dan bersama orang yang mirip. Kan manusia memang begitu.

Nah, yang itu kakaknya Young Lady. Sekaligus pasangan duet Young Lady di Kompasiana. Anang dan Aurel Hermansyah saja bilang dalam lagunya, aku dan kamu...selalu bersama, begitu juga kalau sudah punya pasangan duet charming. Selalu bersama di Kompasiana.

Usut punya usut, ternyata si haters itu juga telah mengganggu kakak Young Lady. Seakan memusuhi semua orang. Menebar kebencian dimana-mana. Atau lebih tepatnya, memusuhi Kompasianers yang pro terhadap pria super kece mantan Gubernur DKI. Sekali lagi, ini tak luput dari noda politik.

Hanya karena politik, orang-orang seakan tak punya malu. Tidak segan melemparkan ujaran kebencian, menyudutkan pihak tertentu, tak peduli dia pria atau wanita. Inilah yang ingin disoroti: Kompasianer pria yang berkomentar begitu tajam dan kasar pada Kompasianer wanita.

Semestinya pria dan wanita punya hak yang sama dalam berkompasiana. Tiap Kompasianer memiliki style, daya pikat, dan karakternya masing-masing. Tiap Kompasianer itu unik. Menulis sesuai passion, berinteraksi dengan Kompasianer lain pun ada gayanya sendiri-sendiri.

Ada Kompasianer pria, ada Kompasianer wanita. Mereka memiliki hak yang sama untuk menulis, blogwalking, dan berinteraksi di Kompasiana. Buat para Kompasianer pria, tidakkah kalian ingin berpikir sejenak? Refleksi sejenak pada diri kalian sendiri. Sudahkah kalian bersikap baik, menghargai, menghormati, dan memuliakan Kompasianer wanita? Jangan berdalih bahwa Kompasiana ini dunia maya. 

Dunia maya ataupun dunia nyata, tetap punya etikanya masing-masing. Sekalipun di dunia maya, Kompasianer priaa sebaiknya tetap lebih lembut dan santun paada Kompasianer wanita. 

Mau berdalih apa lagi? Sulit mengenali mana Kompasianer pria dan wanita karena namanya sering kali menipu? Tidak masalah. Cobalah lihat gaya tulisannya. Style tulisan Kompasianer pria dan Kompasianer wanita pastilah berbeda. Kompasianer wanita akan lebih emosional dalam menulis.

Balik lagi ke kasus tadi. Si haters yang mengomentari tulisan cantik Young Lady dengan kasar itu termasuk Kompasianer pria. Kompasianer pria yang berkata kasar pada Kompasianer wanita. 

Pantaskah itu? Bila dia kekasih, keluarga, sahabat, atau suami Young Lady, sudah dipecat. Pria yang kasar dan tidak bisa lembut pada wanita tak layak dipertahankan. Begitu juga yang terlalu keras hati dan tidak bisa lembut, tak usah dipertahankan. Rata-rata pria yang pernah dekat dan mengisi hati Young Lady cantik biasanya mempunyai hati yang lembut dan sabar.

Rasanya tidak pantas bila pria berkata kasar pada wanita. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya. Pikir saja dengan logika. Wanita, biar bagaimana pun kuatnya, tetap mempunyai kelemahan. 

Lebih lemah dari pria. Belum lagi, ada siklus-siklus dalam kehidupan wanita yang membutuhkan energi serta perjuangan lebih dibandingkan pria. Apakah wanita, dengan kelemahan dan beberapa siklus dalam hidupnya yang menuntut lebih banyak kekuatan, harus diperlakukan kasar oleh pria? Bila wanita yang meluapkan emosinya, sengaja atau tidak, itu masih wajar. Namun bila pria yang berbuat kasar pada wanita? Nampaknya tidak layak dicontoh.

Pria sejati tidak akan bersikap kasar pada wanita. Mereka akan memerlakukan wanita dengan lemah lembut, sabar, dan penuh kasih. Pria sejati akan memuliakan wanita. Pria sejati tidak segan mengalah untuk wanita, berani meminta maaf duluan meski tidak salah, dan mau mengakui kesalahan.

Begitu pula Kompasianer pria. Cobalah lebih lembut pada Kompasianer wanita. Berinteraksi dengan ramah, sopan, dan lembut. Lembut namun tidak kehilangan sisi maskulinnya. 

Jangan anggap karena Kompasiana ini media jurnalisme warga, dunia maya pula, jadi bisa memperlakukan Kompasianer wanita seenaknya. Kasar pun halal. Tidak, sama sekali tidak begitu. Hargailah mereka, hormati mereka, perlakukan mereka dengan santun dan lembut. Berkomentarlah dengan sopan dan halus.

Sulit melakukannya? Bayangkan saja Kompasianer wanita adalah ibu, istri, saudara perempuan, kekasih, atau putri kalian. So, perlakukan mereka dengan sopan dan lembut. 

Buat mereka nyaman berkompasiana. Jangan buat mereka takut. Jangan buat mereka menangis dengan kasarnya komentar kalian. Sekalipun kalian tidak setuju dengan tulisannya, jangan langsung hakimi dia dengan kasar. 

Kompasianers wanita tidak menulis untuk dimaki-maki. Mereka dididik, dibesarkan, disekolahkan, diberi ilmu sampai akhirnya bisa menulis di Kompasiana, bukan untuk dimaki dan diperlakukan kasar. Kompasianer wanita, bila berhadapan dengan Kompasianer pria yang kasar dan tidak ada lembut-lembutnya sama sekali, lebih baik tidak usah berinteraksi dengannya.

Hei Kompasianer pria, maukah kalian bersikap lembut pada Kompasianer wanita?

**       

Paris van Java, 18 Januari 2018

Tulisan cantik di atas keresahan melihat kekasaran dan sikap diskriminatif beberapa pria, Kompasianer maupun Non-Kompasianer.

Sebuah pelajaran untuk para pria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun