Tanpa kata lagi, Silvi bergegas turun ke halaman depan. Mengambil Alquran Braille miliknya di mobil. Clara dan Calvin bertukar pandang penuh arti.
"Sebaiknya, kamu segera cari ibu untuk Aurora. Masa mau jadi single parent terus?" Clara mengedipkan matanya saat mengatakan hal itu.
"Aku mandul, Clara. Siapa yang mau denganku?" kata Calvin lembut.
Botol susu di tangan Clara nyaris jatuh. Ia terbelalak menatap klien istimewanya.
"Apa? Mandul? Bagaimana mungkin? Kamu tidak pernah bilang."
Calvin menghela napas berat. Cepat atau lambat, kekasih Adica ini harus tahu.
"Ini semua salahku sendiri. Beberapa tahun lalu, aku stress karena pekerjaan di kantor. Stress berkepanjangan membuat kondisiku drop. Beberapa kali aku dirawat di rumah sakit karena kondisi fisikku turun drastis. As you know, faktor psikologis menjadi satu dari beberapa penyebab infertilitas. Saat itulah...vonis menimpaku."
Suara Calvin melemah, lalu menghilang. Clara trenyuh. Divonis mandul saat masih single, sebuah kenyataan yang menyakitkan. Tangan Clara terulur. Tepat mendarat di tangan Calvin. Dibelainya tangan pria tampan itu. Calvin terperangah. Belaian Clara sama lembutnya seperti belaian Silvi. Terakhir kali Silvi menggenggam dan membelai tangannya, rasanya persis sama seperti ini.
"Be strong..." desis Clara, masih membelai tangan Calvin dengan jemari lentiknya.
"Tidak apa-apa. Aku sudah ikhlas." Calvin berujar lembut menenteramkan.
Bagaimana bisa Calvin sekuat itu? Di tengah segala derita dan rasa sakit, dia masih bisa berkata ikhlas. Pria istimewa, sangatlah istimewa.