Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC] Kuharap Aku Belum Terlambat

5 November 2017   06:13 Diperbarui: 5 November 2017   08:01 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang dingin berhujan. Gumpalan awan menutup separuh langit. Suram, sesuram hatinya.

Seharusnya hatinya tak perlu diliputi kesuraman seperti ini. Bukankah hari ini adalah hari bahagianya? Sejatinya, hari pertunangan menjadi momen bahagia bagi mereka yang menjalaninya.

Meski demikian, konvensi tak tertulis ini luput ia rasakan. Bukan sekeping bahagia yang hadir. Melainkan keraguan dan kesakitan.

Keraguan mungkin wajar. Tapi bagaimana dengan kesakitan? Apa yang sesungguhnya terjadi para pria tampan berdarah Tionghoa ini?

"Calvin...kenapa masih di sini? Ayo turun Nak, ini hari bahagiamu."

Seorang pria setengah baya yang masih terlihat gagah dan memancarkan sisa-sisa ketampanan di masa lalu mendekat. Menghampiri putra tunggalnya yang masih berada di posisinya semula. Sofa hitam berbentuk dadu di tengah balkon menjadi saksi bisu kegundahan hati Calvin.

"Sebentar lagi, Pa." jawab Calvin tanpa mengalihkan pandang dari layar laptopnya.

"Hei, what's the matter with you? Anak Papa kok sedih di hari pertunangannya?" Sang Papa, tak lain Tuan Halim si pengusaha sukses itu, duduk di samping putranya. Menatap mata Calvin. Berusaha menyelami isi hati terdalamnya.

Pertanyaan sulit. Bagaimana Calvin harus menjawab? Ada banyak hal yang dipikirkannya. Hatinya dibebani berjuta tanya. Sudah tepatkah keputusannya? Mantapkah hatinya membawa Calisa ke jenjang yang lebih serius? Mengubah adik menjadi tunangan? Tidak sulitkah itu semua?

"Kepalamu masih sakit?" tanya Tuan Halim lagi, kali ini lebih lembut.

"Sedikit. Tapi tidak separah kemarin." Calvin menjawab sekenanya. Enggan berbagi rasa sakit pada orang lain. Ia masih bisa mengatasinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun