Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mata Pengganti, Pembuka Hati (5)

13 Oktober 2017   05:47 Diperbarui: 13 Oktober 2017   06:01 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seraya mendekap Syahrena, Adica menatap kedua bola matanya. Gadis kecil itu memiliki mata yang indah. Wajahnya innocent. Senyumnya tulus dan menawan. Syahrena anak perempuan yang jelita. Ditatapnya dalam-dalam mata keponakannya itu. Apa jadinya bila kelak nanti Syahrena kehilangan Ayahnya? Pastilah Syahrena akan sangat terpukul. Ia dekat dengan Calvin. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Silvi. Hal yang wajar saat anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya.

Mau tak mau Adica merasa sedih. Bagaimana nasib Syahrena bila ia kehilangan ayahnya? Menjalani hidup sebagai anak yatim tidaklah mudah. Bukan soal finansial yang diresahkan Adica, melainkan soal pemenuhan kebutuhan psikologis dan afeksi. Sebaik apa pun pria pilihan Calvin untuk menggantikannya, tetap saja posisi Calvin takkan terganti. Calvin Wan adalah ayah yang sempurna untuk Syahrena.

"Papa Adica kenapa? Kok liatin Syahrena kayak gitu?"

Pertanyaan lembut Syahrena membuatnya tersadar. Ia mengusap rambut Syahrena, lalu berusaha tersenyum. "Nggak apa-apa, Syahrena. Papa Adica kangen aja sama kamu. Hampir tiga minggu kita nggak ketemu kan?"

"Iya. Papa Adica sibuk sih. Kayak Ayah." Syahrena pura-pura merajuk, lucu sekali ekspresi wajahnya.

Ya, Calvin sibuk. Sibuk mencari mata pengganti untuk Silvi. Sibuk mencari ayah baru buat putrinya.

**       

"Maybe he's a gift from God. Dulu, kamu pernah kehilangan seseorang yang dicintai. Lalu Calvin datang tepat ketika kamu kehilangan. Membantumu bangkit, membasuh luka di hatimu, dan selalu ada untukmu. Apa itu bukan pemberian Allah yang pantas disyukuri?"

Suara lembut Calisa, sahabat lamanya, sedikit-banyak menguatkan hati Silvi. Senyumnya pun menenteramkan. Video call mempermudah komunikasi di antara mereka. Kini Calisa sedang melanjutkan studinya di Amerika. Meski demikian, Calisa tak pernah melupakan Silvi. Sibuk belajar dan menempuh hidup baru dengan James, suaminya, tidak membuat Calisa lupa pada Silvi. Calisa bukanlah tipe sahabat yang melupakan sahabat dan saudaranya di saat bahagia.

"Aku sangat bersyukur bisa mengenal Calvin," Silvi kembali angkat bicara.

"Tapi...aku menyesali beberapa sikapnya yang membuatku kecewa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun