Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Paham, Bagaimana Menyikapinya?

17 September 2017   06:52 Diperbarui: 17 September 2017   23:43 15221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin saya makan malam di luar bersama keluarga. Awalnya semua berjalan normal. Mereka mengobrol dan bercanda sambil menikmati makanan. Namun saya lebih banyak diam karena ada hal lain yang saya pikirkan. Tubuh saya ada di restoran itu bersama mereka, tapi hati dan jiwa saya ada di tempat lain. Sering kali saya mengalaminya, terlebih saat berada di tengah keramaian bersama teman-teman sekelas atau keluarga.

Saya mengambil gelas berisi minuman yang masih tersisa cukup banyak. Saya meminumnya, dan mencoba menikmatinya. Lagi-lagi saya kembali tenggelam dalam pikiran saya sendiri. Saat itu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya. Sampai akhirnya saya kehilangan konsentrasi. Tanpa bisa dicegah lagi, gelas di tangan saya meluncur lepas dan mendarat kembali di meja dengan bunyi yang cukup keras. Saya kaget, begitu pula keluarga saya. Sayangnya, mereka salah paham. Salah satu anggota keluarga marah pada saya. Dia mengira saya telah membanting gelas itu dengan kasar. Situasinya memang tidak menguntungkan saat itu. Katanya, gerakan tangan saya terlalu kasar dan hanya bisa membuat malu saja.

Mendapat perlakuan begitu, saya hanya diam. Andai saja mereka tahu, saya tidak bermaksud seperti itu. Namun saya tidak menjelaskannya. Pertama, mereka tak akan mendengarkan dan mempercayai saya. Mungkin di mata mereka, saya seperti boneka saja. Enak untuk dirias, dipercantik dengan baju-baju bagus, enak dipandang, tapi bukan untuk didengarkan. Kedua, saya tidak ingin membuat konflik dengan orang-orang yang saya sayangi. Bila saya berhadapan dengan kenalan biasa atau orang yang tidak disayangi, mungkin saya akan berani. Saya tidak akan takut menghadapi mereka. Tapi ini lain ceritanya. Demi menyelamatkan situasi, saya tak ingin berkonflik dan kehilangan orang-orang yang saya cintai. Jika berbeda pendapat dengan mereka, saya lebih memilih diam atau mengalah. Sedikitnya orang yang saya miliki dan cintai membuat saya takut kehilangan.

Alhasil, saya diam ketika keluarga memarahi saya. Terserah apa yang mereka katakan. Mau tak mau saya menyesal. Lebih baik saya tidak ikut makan malam dan tetap di rumah saja. Dari pada merusak segalanya, saya lebih memilih tidak ikut dan mencoba menikmati kesepian. Toh di sini saya juga merasakan kesepian di tengah keramaian.

Tiba di rumah, saya ambil boneka Kermit. Saya ajak Kermit bicara sambil memeluknya. Lama berbicara dan memeluk Kermit, saya tertidur.

Pagi ini, saya mencoba merefleksikan apa yang terjadi. Kejadian semalam menjadi satu dari sekian banyak contoh kesalahpahaman. Betapa mudahnya orang salah paham. Satu gerakan kecil saja bisa membuat orang salah paham.

Salah paham rentan terjadi dalam berbagai hubungan. Entah itu hubungan antara sepasang kekasih, keluarga, pertemanan, persahabatan, dan pernikahan. Saya tersadar. Tanpa komunikasi yang baik, salah paham tidak akan selesai. Perlu ada komunikasi yang baik untuk meluruskannya.

Jika tidak diselesaikan, salah paham dapat berkembang menjadi konflik. So, bagaimana cara menyikapinya?

  1. Awali dengan kata maaf

Jangan ragu untuk meminta maaf lebih dulu meski kenyataannya bukan kita yang salah. Kata maaf dapat meluluhkan dan melembutkan hati orang lain. Ibaratnya, kata maaf menjadi kunci pembuka pintu hati. Kita akan masuk ke dalam hati seseorang untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Namun sebelum masuk, kita perlu kunci untuk membuka pintu hatinya. Kata maaf ini dapat menjadi kunci untuk kita.

  1. Bicaralah dengan halus

Usahakan untuk berbicara dengan cara yang halus. Gunakan nada yang lembut. Beri tekanan pada kata-kata tertentu yang menjadi kunci permasalahan utamma. Jika si lawan bicara yang merasa salah paham membalas dengan keras, jangan terbawa emosi. Tetaplah lembut. Tetaplah sabar.

  1. Luruskan pelan-pelan

Meluruskan salah paham butuh proses. Pelan-pelan saja, tak perlu terburu-buru. Buat si lawan bicara merasa nyaman terlebih dulu. Jangan meluruskan sesuatu saat dia dalam keadaan lelah, marah, stress, atau emosi. Ciptakan suasana nyaman sebelum kita mengajak bicara untuk meluruskannya. Setelah suasana benar-benar nyaman, barulah kita coba meluruskan.

  1. Diam atau mengalah

Terkadang, diam jauh lebih baik. Begitu pun mengalah. Lakukan dua hal ini bila situasi benar-benar tak bisa terselamatkan lagi. Apa kita mau kehilangan orang yang kita cintai hanya karena salah paham? Apa kita mau berkonflik terus dengannya gegara salah paham? Tidak, kan? So, hanya ada dua pilihan: diam atau mengalah. Selamatkan situasi dengan sikap diam dan mengalah. Biarkan saja orang salah menilai, tapi Tuhan lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kompasianer, siapkah menyikapi salah paham?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun