Begitu melihat Tuan Calvin, banyak di antara mereka mendekat. Tangan mereka terulur disertai senyuman ramah. Seorang gadis kecil berumur sekitar tiga tahun bahkan memeluk Tuan Calvin erat sambil berkata,
"Papa...Papa. Alicia kangen Papa."
Hati Tuan Calvin tersentuh. Ia membalas pelukan Alicia. Membelai rambut pendeknya. Dalam hati bertanya-tanya. Siapakah orang tua yang tega menelantarkan anak sekecil ini?
Clara ikut memeluk Alicia. Hatinya ikut tergerak pula. Walau canggung, Reinhart merangkul Alicia. Empati menggugah jiwa. Membangkitkan rasa dan kepekaan.
Begitu Alicia melepas pelukannya dan kembali duduk di sofa, Clara dan Reinhart membuka tas kecil yang mereka bawa. Hanya ada tumpukan uang kertas dalam jumlah banyak. Mereka sengaja menyimpan uang saku pemberian orang tua mereka di dalam tas.
"Ayah, Clara mau kasih uang ini buat Alicia." ucap Clara. Mengangkat tas mungilnya yang menggelembung dijejali uang sakunya selama seminggu terakhir.
"Boleh, Sayang. Kamu baik sekali..." kata Tuan Calvin bangga.
"Rein juga. Rein nggak jadi beli sepatu basket. Uangnya buat Alicia aja." Reinhart menimpali.
Tuan Calvin sangat bangga pada kedua anak itu. Tanpa disuruh, tanpa diminta, mereka mau memberikan uang untuk anak yatim-piatu. Mereka memberi dengan kesadaran sendiri. Kepekaan dan rasa syukur membuat mereka sadar. Di luar sana, ada anak-anak seusia mereka yang kurang beruntung.
Alicia nampak begitu senang menerima uang pemberian Clara dan Reinhart. Baginya, Clara dan Reinhart seperti kakaknya sendiri. Sekejap saja ketiga anak itu sudah bermain dan mengobrol dengan akrabnya. Seakan tak ada jarak dan sekat status sosial di antara mereka.
Pelajaran dan didikan Tuan Calvin berhasil. Kunjungan ke panti asuhan membangkitkan jiwa sosial Clara dan Reinhart. Kelak mereka tak hanya cerdas secara intelektual. Kecerdasan emosional pun berkembang pesat.