Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diary Calisa

13 Agustus 2017   05:51 Diperbarui: 13 Agustus 2017   18:57 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Calvin...kita ke rumah sakit ya? Ini tidak boleh dibiarkan." pinta Nyonya Calisa.

Tuan Calvin terbatuk. Darah mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Detik berikutnya ia jatuh pingsan dalam pelukan Nyonya Calisa.

**    

"Hasil dari kemoterapi, radiasi, ablasi, dan proton beam therapy selama ini tidak membawa hasil positif. Sel kanker justru menyebar dengan cepat."

Sudah diduganya. Langkah medis yang diikuti tidak berhasil. Tuan Calvin telah siap dengan kemungkinan terburuk. Mendengar ungkapan internis yang menanganinya bertahun-tahun terakhir, ia sadar seberapa parah kondisinya.

"Satu-satunya jalan adalah transplantasi hati. Operasi pengangkatan bagian hati yang terkena kanker, lalu diganti dengan sel hati dari donor."

Operasi? Wajah pria berdarah keturunan itu semakin pias. Benarkah treatment satu ini harus dilakukannya?

Penjelasan internisnya makin menguatkan kesedihannya. Nyonya Calisa merasakan hal yang sama. Namun ia mencoba kuat di depan Tuan Calvin.

Begitu tim medis meninggalkan ruang rawat, Nyonya Calisa menutup pintu rapat-rapat. Mematikan lampu. Lalu mengenyakkan tubuh di sisi ranjang. Berpelukan erat dengan Tuan Calvin. Seperti inilah yang sering mereka lakukan tiap kali keputusasaan hadir akibat masalah kanker itu. Cukup mereka berdua yang tahu, cukup mereka berdua yang merasakan. Orang lain tak boleh tahu kesedihan mereka.

Tuan Calvin dan Nyonya Calisa berpelukan erat. Nyonya Calisa tak dapat menahan isak tangisnya. Mata Tuan Calvin memerah. Dua titik bening terjatuh dari pelupuknya.

"Apakah ini satu-satunya jalan? Benarkah hanya operasi jalan keluarnya?" tangis Nyonya Calisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun