Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kapankah Kepedihan Berdamai Denganku?

15 Juni 2017   06:05 Diperbarui: 15 Juni 2017   07:07 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Begitu dekatnya kita dengan kematian. Maut bisa datang kapan saja. Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat mati.

Shalat jenazah selesai. Saatnya jenazah dimakamkan. Puluhan mobil mengiringi mobil ambulans yang membawa jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.

Jarak masjid dengan pemakaman cukup jauh. Butuh waktu sekitar setengah jam. Di tengah perjalanan, Albert merasakan kepalanya sakit. Ia memaksa diri terus mengemudikan mobil. Beberapa kali Albert nyaris menabrak kendaraan dan pejalan kaki di depannya. Syukurlah ia bisa mengendalikan setir mobil sebelum hal itu terjadi. Andai saja ada Renna bersamanya, ia tak perlu memaksakan diri.

Prosesi pemakaman berlangsung khidmat. Albert berdiri di sebelah Muti. Menatap nanar jenazah yang tengah dimasukkan ke liang lahat. Batinnya tertusuk ironi. Indra meninggal karena Leukemia. Ia pernah mengidap penyakit itu. Banyak pasien Leukemia yang akhirnya tak tertolong. Akankah penyakit itu hadir lagi dalam hidupnya?

“Kamu kepikiran penyakitnya Indra, ya?” Muti berbisik.

“Iya, Muti. Bagaimana bila...”

“Sssttt, jangan berpikiran seperti itu. Kamu pasti sehat. Kamu sudah sembuh dari kanker.” potong Muti. Meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Wanita berdarah India itu berupaya menenangkan Albert.

Rasa sakit di kepalanya semakin menyiksa. Albert bertahan mengikuti prosesi itu. Ia tak mau kehilangan momen terakhir dengan almarhum Indra. Menjelang akhir pemakaman, sesuatu yang buruk terjadi. Hidung Albert berdarah. Muti yang pertama kali melihatnya.

“Astaghfirulah...Albert, kamu mimisan. Ayo kita ke rumah sakit!” kata Muti, menggenggam erat tangan Albert.

“Tapi...”

“Jangan menolak. Kamu harus ke rumah sakit!” paksa Muti, panik bercampur gemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun