Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan Tahun Lalu, Seorang Teman Kembali ke Pangkuan Illahi

31 Mei 2017   06:46 Diperbarui: 31 Mei 2017   09:58 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Makasih, Cantik.”

“Mau kemana, Cantik?” Begitu katanya.

Waktu dia terlibat konflik dan di-bully, saya yang menenangkan dan menghiburnya. Saya meyakinkan dia jika dia masih punya teman. Terkadang saya heran, mengapa teman-teman sekelas harus menjauhi dan mem-bullynya? Padahal dia tidak salah.

Bulan Ramadhan tiba bertepatan dengan liburan akhir semester genap. Saya tak menyangka, saat UAS itulah pertemuan terakhir saya dengannya. Terakhir dia bercerita, dia akan mengisi liburannya dengan mengajar di sebuah TK. Teman saya itu memang menyukai anak-anak. Sifatnya keibuan, membuat ia dekat dengan anak kecil. Saya mendukung niat baiknya itu.

Kembali ke malam meninggalnya dia, saya hanya tidur sedikit sekali. Saya terus memikirkan dan mendoakannya. Keesokan paginya, saya melayat ke rumahnya. Saya tahu alamat rumahnya, namun belum pernah berkunjung. Hampir setahun berteman, saya belum sempat main ke rumahnya. Saya kenakan gaun hitam, lalu bergegas pergi.

Tiba di lokasi, saya terkejut dan bertambah sedih. Bagaimana tidak, saya baru tahu kalau rumahnya berada di dalam gang sempit. Mobil pun tidak bisa masuk. Alhasil, mobil diparkir di jalan raya dan saya lanjutkan dengan berjalan kaki. Sempat saya berpapasan dengan beberapa teman satu almamater. Kami saling sapa dan bersalaman.

Sewaktu saya sampai di rumahnya, ternyata teman saya sudah dimakamkan. Beberapa tetangga menyalami saya dan bertanya,

“Geulis, temannya Fitri nya?”

Mereka sangat ramah dan memberi jalan pada saya. Keadaan rumahnya membuat saya makin tersentuh. Tak pernah saya duga jika dia tinggal di rumah sekecil itu.

Di dalam, saya temui ibunya. Sang ibu tidak ikut ke pemakaman. Beliau sedang berbaring di kasur tipis yang diletakkan di lantai. Ekspresinya begitu sedih dan shock.

“Makasih ya Neng, sudah mau datang.” kata si ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun