Mohon tunggu...
kemal dekker
kemal dekker Mohon Tunggu... Seniman - manusia

seorang manusia yang ingin memakan buah iblis suke-suke nomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merawat Cita-Cita Para Pendiri Bangsa Melalui Pendidikan Literasi Sejak Dini

11 Juli 2021   03:08 Diperbarui: 11 Juli 2021   03:36 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengenalkan buku pada anak kelas 1 sampai 6 SD itu memang susah-susah gampang, di bilang gampang yah tak segampang menyakinkan calon mertua untuk memberikan anaknya padamu. di bilang susah ya tak  sesusah menyebarkan link berita hoax di grub keluarga besar. Masa kelas 1 sampai 6 SD adalah masa emas untuk menanamkan bulir bulir pengetahuan, masa kanak-kanak tak melulu soal menangis dan tertawa tapi harus di selingi dengan menyiram otak dengan ilmu pengetahuan. Mengutip dari pernyataan menarik dari presiden pertama Ir.soekarno, ia berkata bahwa "kemerdekaan, political independent ialah satu jembatan emas, dan di seberang jembatan itulah kita akan menyempurnakan masyarakat kita". Pada dasarnya, bila Indonesia ingin sejahtera atau cerdas ya harus merdeka terlebih dahulu. Pendapat mirip juga dikatakan oleh tokoh besar bapak bangsa tan malaka dalam bukunya madilog, guru dan tokoh revolusioner ini berkata " kalau Indonesia tidak merdeka, maka ilmu alam itu akan terbelenggu pula. Kini setelah 75 tahun kita merdeka, apakah kita sudah mengunakan jembatan emas ini dengan benar? Apakah ilmu-ilmu alam sudah bebas dari belenggunya? Bagaimana nasib Indonesia khususnya pada bidang pendidikan?

Kapasitas manusia dalam bertahan di kehidupanya, erat kaitanya dengan membaca tanda dan fenomena. Karena, apapun perlu dibaca, fenomea maupun wacana. Buku tak pernah memilih pembancanya, sebab di hadapan buku kita semua sama. Ia adalah cahaya, juga alat bagi manusia menemukan diri juga dunianya. Partisipasi pendidikan di Indonesia sebenarnya bisa dikatakan sangat tinggi. Meski demikian, Indonesia menempati posisi yang sangat rendah dalam hal minat baca, matematika dan ipa. Hal ini tentu sangat-sangat miris berbanding balik dengan harapan para pendahulu kita. Begitupan dengan halnya keadilan gender, kita tak terlalu baik. Lantas, apa yang salah dengan pendidikan di Negara ini? Apakah sistem pendidikanya? Atau para pendidiknya?.

Pemikiran tentang pendidikan yang ideal sudah dicanangkan sejak Indonesia belum merdeka. Tan malaka misalnya, menganggap pendidikan adalah alat untuk bertahan hidup, sejahtera dan membantu rakyat jelata. Idealnya, pendidikan harus mampu membawa masyarakat untuk berpikir secara "logika" da tidak mengandalkan hal-hal yang ghaib dan mistis. Ilmu  alam dan matematika tentu harus dikuasai oleh seluruh masyarakat. Namun, tentu setiap anak terlahir dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kita tak boleh memiliki pola pikir bahwa anak ini lebih baik dari anak itu. Disinilah ki hadjar dewantara hadir dengan sistem pendidika among. Sistem ini mengedepakan sistem pembelajaran, keterampilan da tradisional yang mengasah kemampuan sang anak sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki, yang mana masing-masing anak tidak di wajibkan untuk mempelajari dan memahami seluruh mata pelajaran. Kartini pun memiliki semanngat juang yang sama dengan ki hadjar dewantara. Beliau berpendapat bahwa pendidikan harus didapat secara merata oleh laki maupun perempuan.

Lalu, kenapa impian dari para pendahulu kita tentang pendidikan masih terhambat? Usut punya usut, Indonesia yang belum lama merdeka dan masih diwarnai oleh konflik yag terjadi pada saat orde lama yang menyebabkan banyak guru berpindah haluan dan mengangkat senjata. Hal ini menjadikan jumlah guru yang ada semakin menipis. Pemerintah pun mulai memutar otak dengan cara merekrut banyak guru dan hanya memperhatikan kuantitas buka kualitas. Kurikulum yang ada banyak di isi dengan topik-topik nasionalisme dan kepatriotan, sehingga pengembangan sains seperti yang diharapkan oleh Tan malaka harus menunggu lebih lama. Tak sampai disitu saja, perlaihan pemerintahan dari orde lama ke orde baru tak serta merta menjadi angin besar untuk pendidikan Indonesia. Intervensi pemerintah pada dunia pendidikan indonesia sangatlah besar. Pada zaman itu, guru PNS harus mendukung haluan partai tertentu dan sesuai dengan kebijakan Negara. Karna pemerintah pada zaman itu sangat mengembar gemborkan  bidang pembangunan, pendidikan menjadi tertalu  seragam dan fokus ke ilmu eksak sehingga tidak membuka ruang bagi bidang kesenian dan juga ilmu sosial. Siswa siswi di harap bisa mempelajari semua hal, walaupun tidak meraka minati.

Pendikan terus membutuhkan guru yang berkualitas, namun di Indonesia masih jauh dari hal tersebut. Berdasarkan dari data KEMENDIKBUD, hasil uji kompetensi guru di Indonesia masih taka jauh dari angka 50. Tentu, hal ini tidak sepenuhnya salah dari guru itu sendiri. Ada banyak permasalahan seperti insentif untuk menjadi guru yang berkualitas yang masih dirasa kurang dan berbagai hal lainya. Pemerintah harus segera memperbaiki permasalahan kalau memang mau Indonesia di penuhi oleh pemuda pemudi yang cerdas dan trengginas. Ada hal menarik dari hasil Program for international student assessment (PISA). Ditemukan bahwa siswi lebih pandai dalam hal matematika, ipa dan membaca daripada siswa. Namun saat kita melihat data, potensi ini tidak berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan riset dari kementrian pemberdayaan perlindungan perempuan dan anak-anak, presentase laki-laki 15 tahun keatas yang menamatkan pendidikan sekolah menengah atas lebih tinggi di bandingkan perempuan. Di sisi lain, presentase perempuan 15 tahun keaatas yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar dan tidak atau belum pernah sekolah sama sekali lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki. Dan juga di pedesaan maupun perkotaan presentase perempuan yang tidak menamatkan sekolah dasar lebih tinggi dari pada laki-laki. Di tambah lagi, berdasarkan riset bank dunia tingkat partisipasi dalam hal ketenagakerjaan perempua masih jauh di bawah laki-laki. Sepertinya, impian dari R.A  kartini masih jauh dari kenyataan.

Dalam hal ini penulis mencoba memperkuat pendidikan dari akar rumput, dengan cara turun langsung ke masyarakat dengan fokus meningkatkan mutu pendidikan yang kiranya selaras dengan impian pedahulu bangsa. Dengan memanfaatkan program Pegabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM) yang di laksanakan bulan juni sampai dengan bulan juli. Dengan program-program yang fokus pada minat baca dan literasi yang di targetkan pada anak-anak pendidikan sekolah dasar, dengan harapan menumbuhkan hasrat akan haus ilmu pegetahuan sejak usia dini. Desa kecil berangotaka 3 dusun di kabupaten lamongan sebagai target operasi. Dengan kondisi lingkungan yang membuat otak berpikir " loh, masih ada ya di jawa yang kayak gini". Dalam hal ini yang dimaksud adalah akses jalan, kondisi alam, signal yag susah di dapat dan faktor pendidikan tentunya. Di desa ini masih dapat ditemui anak kelas 4 SD tapi masih belum bisa membaca, hal ini tentu sangat membuat heran kami, kok bisa gitu loh kelas 4 SD masih belum bisa baca, jadi semacam cambuk bagi pendidikan di negri ini. Program yang fokus akan minat baca dan literasi kami realisasiakan menjadi sebuah bangunan pos kamling yang di sulap dan di ganti nama menajadi pos kamling literasi (PKL). Aslinya di balai desa pun ada perpustakaan yang sehari-harinya di urus oleh perrangkat desa, namun pada prakteknya gagal karna sepi peminat. Sejujurnya, kalau harus lewat perpustakaan sekolah atau desa jelas semakin PR, karna buku harusya jadi tempat yag terang, sejuk, dan menyenangkan. Maka dari itu kelompok PMM  kami membawa tawaran pos kamling yang dirasa mewakili solusi dari masalah yang sudah di sebutkan. Dekat dengan masyarakat, menawarkan ilmu-ilmu yang anak-anak minati menjadi kunci keberhasilan program ini.link IG pmm kelompok 26

Pada akhirnya, kita tidak kehilangan murid yang cerdas atau guru yang kompeten. Kita hanya belum memiliki sistem pendidikan yang kondusif untuk megembangkan minat dan bakat siswa ataupun kompetensi dari guru. Meskipun demikian, kita tidak boleh hanya mengandalkan situasi. Apapun  yang akan kita hadapi kedepan, pendidikan dan kegiatan belajar harus terus dikejar.

Merawat cita-cita pendiri bangsa dengan fokus pendidikan akar rumput

Mengenalkan buku pada anak kelas 1 sampai 6 SD itu memang susah-susah gampang, di bilang gampang yah tak segampang menyakinkan calon mertua untuk memberikan anaknya padamu. di bilang susah ya tak  sesusah menyebarkan link berita hoax di grub keluarga besar. Masa kelas 1 sampai 6 SD adalah masa emas untuk menanamkan bulir bulir pengetahuan, masa kanak-kanak tak melulu soal menangis dan tertawa tapi harus di selingi dengan menyiram otak dengan ilmu pengetahuan. Mengutip dari pernyataan menarik dari presiden pertama Ir.soekarno, ia berkata bahwa "kemerdekaan, political independent ialah satu jembatan emas, dan di seberang jembatan itulah kita akan menyempurnakan masyarakat kita". Pada dasarnya, bila Indonesia ingin sejahtera atau cerdas ya harus merdeka terlebih dahulu. Pendapat mirip juga dikatakan oleh tokoh besar bapak bangsa tan malaka dalam bukunya madilog, guru dan tokoh revolusioner ini berkata " kalau Indonesia tidak merdeka, maka ilmu alam itu akan terbelenggu pula. Kini setelah 75 tahun kita merdeka, apakah kita sudah mengunakan jembatan emas ini dengan benar? Apakah ilmu-ilmu alam sudah bebas dari belenggunya? Bagaimana nasib Indonesia khususnya pada bidang pendidikan?

Kapasitas manusia dalam bertahan di kehidupanya, erat kaitanya dengan membaca tanda dan fenomena. Karena, apapun perlu dibaca, fenomea maupun wacana. Buku tak pernah memilih pembancanya, sebab di hadapan buku kita semua sama. Ia adalah cahaya, juga alat bagi manusia menemukan diri juga dunianya. Partisipasi pendidikan di Indonesia sebenarnya bisa dikatakan sangat tinggi. Meski demikian, Indonesia menempati posisi yang sangat rendah dalam hal minat baca, matematika dan ipa. Hal ini tentu sangat-sangat miris berbanding balik dengan harapan para pendahulu kita. Begitupan dengan halnya keadilan gender, kita tak terlalu baik. Lantas, apa yang salah dengan pendidikan di Negara ini? Apakah sistem pendidikanya? Atau para pendidiknya?.

Pemikiran tentang pendidikan yang ideal sudah dicanangkan sejak Indonesia belum merdeka. Tan malaka misalnya, menganggap pendidikan adalah alat untuk bertahan hidup, sejahtera dan membantu rakyat jelata. Idealnya, pendidikan harus mampu membawa masyarakat untuk berpikir secara "logika" da tidak mengandalkan hal-hal yang ghaib dan mistis. Ilmu  alam dan matematika tentu harus dikuasai oleh seluruh masyarakat. Namun, tentu setiap anak terlahir dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kita tak boleh memiliki pola pikir bahwa anak ini lebih baik dari anak itu. Disinilah ki hadjar dewantara hadir dengan sistem pendidika among. Sistem ini mengedepakan sistem pembelajaran, keterampilan da tradisional yang mengasah kemampuan sang anak sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki, yang mana masing-masing anak tidak di wajibkan untuk mempelajari dan memahami seluruh mata pelajaran. Kartini pun memiliki semanngat juang yang sama dengan ki hadjar dewantara. Beliau berpendapat bahwa pendidikan harus didapat secara merata oleh laki maupun perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun