Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

5 Ironi Perilaku Masyarakat Saat Pandemi Meningkat

10 Juli 2021   00:23 Diperbarui: 10 Juli 2021   01:08 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ekspresi kesal. Sumber: pixabay.com

Saya sendiri melakukan tes swab antigen di rumah sakit Hermina yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Saya pikir sekalian berangkat kerja, mampir ke rumah sakit untuk tes swab antigen. 

Sekitar jam 9 pagi sampel sudah diambil dan saya diminta menunggu maksimal 1 jam untuk pengambilan hasilnya. Dari pada bengong diruang tunggu yang masih banyak orang antri swab maupun antri hasil, maka saya memutuskan melangkah ke depan rumah sakit. 

Sebenarnya karena saya takut aja jika tetap disitu berarti dalam kumpulan banyak orang, yang berpotensi terjadi penyebaran Covid-19 dari mereka yang tanpa gejala ataupun yang positif.

Ilustrasi Barista sedang menyeduh kopi. Sumber: Pixabay.com
Ilustrasi Barista sedang menyeduh kopi. Sumber: Pixabay.com
Disana ada deretan toko, warung, depot, yang menjual soto, nasi rames, warmindo, dan kopi. Jadi karena sudah sarapan dirumah maka saya ingin membeli segelas kopi saja. 

Melihat di warung itu ada beberapa pembeli sedang sarapan maka saya bilang ke pemilik warung agar kopi saya pakai gelas plastik saja, agar saya tidak berisiko duduk dengan beberapa orang di warung itu. Sekali lagi demi menghindari kerumunan.

Alangkah terkejut, dan rada kesal, tapi juga enak nggak enak, ketika saya melihat si pemilik warung yang adalah seorang ibu berusia 60 tahunan, tidak memakai masker dengan benar. 

Maskernya melorot di janggut, sementara ia nerocos terus dengan santainya tanpa rasa bersalah, pokoknya sok kenal sok dekat, mungkin karena ingin menunjukkan sikap ramah kepada pembeli. Padahal hati saya "mangkel" tapi juga "pekewuh" kalau mau menegur orang tua.

Akhirnya saya sergah dengan berkata, "Sini Bu, saya yang tuang dan  aduk, ibu ambilin kopi sachetnya  saja. Karena adukan saya menentukan nikmatnya kopi ini". Ide omongan itu sebenarnya lewat dengan sekilas saja, namun ternyata si ibu percaya dan menuruti omongan saya. Hmmm...bebaslah gelas kopi saya dari droplets si ibu yang berhamburan dari atas kebawah.

Banyak orang ingin ekonominya pulih, usahanya lancar, jualan laku, "cuan" yang didapat memuaskan, sebuah tujuan bisnis yang sangat baik dan semestinya demikian. Namun sayangnya insting bisnis yang baik ini melupakan hati nurani, bahwa keselamatan konsumen saat ini menjadi salah satu hal pokok yang harus dipenuhi  penjual, bukan hanya menyediakan produk semata. Apalagi jika motifnya hanya ingin mengeruk keuntungan dari pembeli saja, tepatlah bila dikatakan insting tajam tapi nurani tumpul.

2. Melakukan Swab Sendiri: Ingin mengurangi biaya tapi meningkatkan resiko.

Kisah Seorang Teman

Teman saya memiliki seorang istri yang bekerja dibagian rumah tangga sebuah Boarding School di kota kami. Tiba-tiba awal minggu lalu ia bercerita bahwa istrinya dinyatakan positif covid setelah dilakukan tes swab antigen. Dan anehnya yang melakukan swab tersebut adalah atasannya di bagian rumah tangga. 

Teman saya mengatakan bahwa disana sudah biasa dilakukan swab sendiri kepada karyawan maupun guru, untuk mengetahui apakah positif covid atau tidak. Motifnya jelas untuk menekan biaya, toh ini kan hanya untuk kalangan internal. Hmmmm...ironis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun