Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terjebak Dahaga Kepemilikan yang Tak Pernah Terpuaskan

20 Februari 2021   09:36 Diperbarui: 20 Februari 2021   10:09 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pria stylist dengan mobil keren (sumber: feepik.com)

Orang-orang hanya sekali dua kali saja memberi apresiasi, selanjutnya tergilas lupa yang menguapkan semua kebahagiaan semu tersebut. Sampai akhirnya orang menyadari bahwa kebutuhan memakai sepatu adalah sebatas nyaman dan sesuai peruntukannya saja, kembali kepada tujuan awal dibuatnya sepasang  sepatu. 

Itulah hedonic treadmill, keinginan untuk terus mengejar kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan dengan kepemilikan atas barang-barang dan apapun juga, namun tidak pernah tercapai. 

Persis seperti treadmill  alat olah raga modern yang sering dipakai orang berlari  berkilo-kilo meter tetapi sesungguhnya ia hanya berada ditempat saja, tahu-tahu capek.

Ilustrasi orang muda dengan uang banyak (sumber: singhlawfirm.com)
Ilustrasi orang muda dengan uang banyak (sumber: singhlawfirm.com)
Konsepsi "Jika memiliki lebih banyak, aku  menjadi lebih dihargai"  adalah mitos, bahasa anak muda sekarang adalah halu alias halusinasi yang lebih condong berarti ingin mendapatkan sesuatu namun sulit untuk mewujudkannya. 

Mengapa konsepsi "Jika memiliki lebih banyak, aku  menjadi lebih dihargai" adalah mitos? Sebab nilai benda tidak bisa disamakan dengan nilai diri. Seseorang dihargai bukan karena apa yang dimilikinya, tetapi karena kebermaknaannya diantara orang-orang lain disekitarnya. 

Bermakna bukan sekedar ada dan memberi kenangan tetapi memberi arti mendalam, memberi pengaruh positif, dan membawa inspirasi perubahan sekalipun itu kecil saja. 

Jika seseorang memahami ini maka ia akan lepas dari jebakan "ingin memiliki lebih banyak" dan mulai bersyukur untuk setiap nikmat yang saat ini diberikan kepadanya. 

Didalam bersyukur orang bisa merasakan kepuasan dari dahaga kepemilikan bendawi, dan berkata cukup. Bertolak belakang dengan mental miskin yang selalu merasa kurang, sehingga selalu menuntut, selalu meminta, dan terjebak menyalahkan pihak lain atas ketidakbahagiaan diri sendiri. Inilah mental kaya: yaitu dengan penuh syukur berani berkata hidupku diberkati, kebutuhanku dicukupkan Illahi, aku tidak berkekurangan.

Dari sinilah kemudian mulai mengalir kebesaran hati untuk melihat siapa yang ada disekitarnya, sehingga bisa menumbuhkan rasa kepedulian tercermin dari cara bertutur yang tidak menyakiti, mengendalikan diri,  berpenampilan sepantasnya, dan biasa  berbagi bagi sesama. 

Kemampuan untuk menyadari nilai diri lebih berharga dari pada  nilai bendawi akan membawa hidup kita lebih bahagia dan lebih sederhana  karena tidak lagi terjebak dalam konsepsi ingin memiliki lebih banyak.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun