Beberapa turnamen lalu kita tidak mendapati nama-nama para jagoan WD Jepang seperti Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara. Ayaka Takahashi pensiun, sehingga Misaki menjajal berkiprah di XD bersama Yuki Kaneko. Sementara Sayaka Hirota dan Wakana Nagahara sedang dibekap cedera.
Tapi kekuatan WD Jepang seperti tak berkurang. Pada Hylo Open 2021 awal November lalu, dua WD yang namanya masih asing bagi kita berhasil naik  ke podium. Chisato Hoshi/Rin Iwanaga dan Aoi Matsuda/Kie Nakanishi seolah menunjukkan kalau barisan WD Jepang memang tak ada habisnya.
Sementara di DIM 2021, belum lama Nami Matsuyama/Ciharu Shida berhasil menembus babak final. Tanpa 3 WD terbaiknya, Jepang masih sangat powerful.
Bagaimana dengan barisan WD kita? Di belakang Greysia/Apriyani praktis hanya ada Siti Fadia/Ribka, yang peringkatnya masih di kisaran 20-an. Kita benar-benar jauh tertinggal.
Lupakan dulu China dan Korea. Lihatlah sekarang perkembangan Thailand yang dulu hanyalah negara "dunia ketiga" di peta bulutangkis. Di tunggal putri misalnya, memang Ratchanok Intanon masih menjadi andalan. Tetapi selain Busanan Ongbangrungphan, kini mereka memiliki Pornpawee Chochuwong. Pornpawee Chochuwong ini memiliki progress yang cukup bagus dan mampu mengalahkan sejumlah pemain di jajaran elit seperti Carolina Marin dan Tai Tzu Ying.Â
Sementara Gregoria Mariska masih jauh dari itu. Jorji memang punya teknik pukulan yang bagus. Tetapi stamina dan footwork masih menjadi PR Jorji. Thailand juga masih punya Phitayaporn Chaiwan, pemain muda yang mampu menembus semifinal Hylo Open 2021 dan DIM 2021.
Belajar dari negara lain
Tak perlu malu belajar dari negara lain, meski kita pernah menjadi dedengkot bulutangkis dunia. Karena perkembangan teknologi, sport science juga menjadi hal yang penting. Mungkin kita perlu belajar dari Jepang, bagaimana para atlet putri mereka mempunyai stamina yang tinggi.Â
Lihatlah bagaimana Akane dan para WD Jepang mempunyai tenaga kuda, tak gentar bermain rubber set. Sementara banyak atlet putri kita gampang kedodoran di set ketiga.Â
Kita juga bisa belajar dari Thailand yang saat ini mempunyai barisan tunggal putri muda potensial. Kalau di Korea ada An Se Young, di Thailand saat ini banyak "calon An Se Young" yang siap melejit.
Memang sejak dulu ganda putra selalu menjadi andalan untuk menyelamatkan muka Indonesia. Tetapi bagaimanapun kita perlu keseimbangan. Setiap sektor harus bisa menjadi andalan di setiap turnamen. Sehingga setiap turnamen kita tak lagi menjawab, "hanya menargetkan satu gelar". Kapan lagi kita bisa merebut kembali Piala Sudirman kalau andalannya hanya ganda putra saja?