Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Badai yang Sama, Kapal Berbeda

23 Juli 2021   10:32 Diperbarui: 23 Juli 2021   10:59 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pelan-pelan kita merosot
Pengusaha besar harta melimpah
Cabang di sini proyek di sana
Omzet mulai menurun
Kepala mulai pusing
Tapi liburan keluarga masih terjamin

Pelan-pelan kita minus
Pedagang Kaki Lima di jalanan
Angkringan dan lesehan
Barang simpanan sudah disekolahkan
Modal makin tergerus
Usaha makin tak terurus

Pelan-pelan kita melarat
Buruh dan kuli harian
Tak kerja tak makan
Jangan tanyakan kuota belajar anaknya
Beruntung yang punya kampung halaman
Tercekik di kota pulang ke desa

Pelan-pelan kita menikmati
Aparatur negara bergaji tetap
Santuy saja seberapapun lama penyekatan
Semakin lama Work From Home
Semakin lama rebahan

Pelan-pelan kita melebar
Cadangan dana tak mengkhawatirkan
Cukup buat lockdown bertahun-tahun
Bertambah jumlah langganan tontonan
Melonjak ukuran perut dan lingkar badan

Pelan-pelan kita mabok
Sama frustasi, beda pelampiasan
Yang kaya bermain heroin
Yang kere bermain pil koplo
Keduanya sama masuk berita
Yang kaya direhabilitasi
Yang kere masuk penjara
Yang lebih frustasi main oplosan
Tidak tertolong masuk kuburan

Pelan-pelan kita mencoba (lagi)
Kami bukan bahan percobaan
Meski sudah sering dikorbankan
Kami adalah pertanggungjawaban
Tapi kehidupan kami dipermainkan
Kalian sibuk bicara pembatasan
Lupakan perut kami yang kelaparan
Merasa cukupkah yang sudah kalian kucurkan?

Pelan-pelan kita memperpanjang
Kalian hanya sibuk dengan angka
Tapi lupa dengan emosi dan rasa
Rasa lapar dapat menjelma menjadi apa saja
Konon besok perpanjangan lagi
Kapan mau adu pinalti?

Pelan-pelan kita menyalahkan
Kalian tuduh kami lubangi kapal
Kayunya sudah lapuk sejak awal
Pakunya sudah berkarat sebelum berlayar
Layarnya sudah bolong sejak belum terkembang
Badai pasti berlalu
Tapi kapal kami tak pasti berlabuh

WYATB GBU ASAP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun