Masa pandemi, disadari atau tidak, telah banyak mengubah ritme hidup kita, gaya hidup kita, pola hidup kita, bahkan juga cara kita memandang kehidupan. Baik karena tuntutan protokol kesehatan, kebijakan pemerintah, dan berbagai adaptasi yang mesti dilakukan.
Kita dapat memandang masa pandemi dari sisi sebagai hal yang membebani. Kita juga dapat memandangnya dari sisi sebagai semacam "blessing in disguise".
Terlepas dari baik atau buruk, pernahkah kita terpikir, jangan-jangan kita menjadi semakin terbiasa dengan irama kehidupan di masa pandemi, dan pada fase berikutnya kita malah menjadi makin menikmati masa pandemi.
Seperti ungkapan Jawa, "Witing tresna jalaran saka kulina". Maksudnya adalah seseorang dapat jatuh cinta karena sering bertemu atau berinteraksi.Â
Termasuk dalam konteks ini adalah seringnya kita bertemu dan berinteraksi dengan masa pandemi. Membuat kita tanpa sadar menjadi menyayangi masa pandemi.
WFH
Ada yang tadinya mesti berangkat pagi-pagi sekali, pulang malam hari, menembus kemacetan, berdesakan, hujan deras, panas terik. Lalu muncullah kebijakan work from home (WFH). Mendadak banyak orang menjadi "bangsawan" alias "bangsane tangi awan" (mereka yang terbiasa bangun siang).
Kalaupun mesti bersibuk di rumah, bisa dilakukan sambil sarungan dan singletan sambil minum teh nasgitel atau ngudud dji sam soe. Mesti videocall dengan boss atau klien?Â
Kalaupun harus pakai dasi rapi, cukup separo badan saja. Yang separonya? Who knows? Koloran atau bahkan nggligu .... Nikmat Tuhan yang mana yang kau dustakan?
Bayangkan kalau segala kenikmatan WFH suatu saat harus dicabut. "WTF?", mungkin begitu responnya.
Duduk diatur berjarak