Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Keren tapi Bodong

21 April 2021   20:32 Diperbarui: 21 April 2021   20:37 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah terdapat empat sekawan Dal, Del, Dul, dan Dol, mengadakan reuni kecil setelah lama tidak pernah bertemu. Setelah banyak nostalgia penuh tawa mengenang masa lalu bersama, tibalah saatnya pembicaraan mereka mulai menelisik hal-hal yang lebih serius.

"Eh, kalau boleh tahu, selain deposito dan tabungan, dimana kalian menginvestasikan duit kalian", ungkap salah satu dari mereka.

Dal: "Aku investasikan di Jouska"
Del: "Aku juga investasi tapi di Binomo"
Dul: "Kalau aku di EDCCash"

Tinggal si Dol, yang belum menjawab. Setelah didesak teman-temannya akhirnya si Dol mengaku,"Aku rembugan dengan istriku untuk beli emas di toko emas"
Ketiga teman yang mendengarnya, meski tidak menertawakannya, sekilas tersenyum sinis, sambil memperhatikan ponsel si Dol yang masih model jadul. Mungkin di benak ketiganya terpikir pantaslah pilihan investasinya masih jadoel banget.

Ya, tapi itulah gambaran situasi sebelum terkuak di balik ketiga nama yang terlihat keren tersebut. Keren tapi bermasalah. Ada yang ternyata tak beroleh izin, ada yang dinyatakan bodong, dan ada yang terindikasi penipuan.

Bagaimana seandainya empat sekawan itu berkumpul lagi. Pastilah Dal, Del, dan Dul, akan nangis Bombay.

Dal: "Seandainya saja aku biarkan mengendap di deposito, biarpun bunga kecil tapi tetap terjamin"
Del: "Mending dulu kupakai jual gorengan saja, nggak laku ya dimakan sendiri, minimal bisa kenyang, nggak bodong ..."
Dul: "Seandainya saja kudengar nasihat istriku, buat membeli emas"

Ketika saya berbicara dengan para sesepuh seperti nenek saya, saya sering mendengarkan bagaimana kearifan jaman yang sesuai dengan taraf pengetahuan mereka dalam hal investasi. Jaman belum begitu mengenal institusi perbankan, kekayaan selain disimpan dalam bentuk uang tunai (istilahnya: disimpan di bawah kasur), juga dalam bentuk emas perhiasan. Selain itu nenek juga melakukan investasi dalam bentuk membeli tanah.

Orang-orang desa ada juga yang memiliki prinsip "menyimpan uang"-nya dalam bentuk ternak sapi dan kambing. Dengan harapan bisa beranak dan bertambah banyak. Bila ada keperluan maka anak kambing atau sapi yang sudah usia layak jual akan dijual.

Ada sebuah pepatah, "Simplex veri sigillum". Artinya, kesederhanaan itu menandakan kebijaksanaan. Bisa juga diartikan kesederhanaan itu tanda kebenaran.

Banyak tawaran-tawaran investasi datang dengan bahasa-bahasa yang keren tapi njlimet dan sulit dipahami. Jangankan orang awam, mereka yang kerja kantoran di bidang keuangan saja mungkin nggak begitu mudeng. Yang pasti, semuanya dibikin terlihat keren, semuanya dibikin terdengar keren. Sampai kita kurang waspada mencermati, kalau di ujungnya ternyata bodong.

Jangan mudah terpengaruh hanya karena banyak orang sohor berbondong-bondong ikut mempromosikannya. Ingat pepatah, biar tekor asal sohor, biar sohor gak jaminan gak tekor. Memangnya "tim cheerleader" tersebut mau menjamin investasi kita dengan duitnya sendiri. Mau yang jidatnya bening sampai jidatnya item. Dari yang rajin skincare, sampai dengan yang rajin ngutip ayat. Semuanya bukan jaminan kalau investasi gak bakalan bodong.

Jadi apa sebenarnya yang kita butuhkan dalam berinvestasi? Ingin yang terlihat keren? Ingatlah keren tidak bisa menghasilkan keuntungan, kecuali bagi para seleb dan model, seperti para oppa dan nuna di drakor yang bening-bening. Bagi kita rakyat jelata, keren tidak bikin kaya.

Lakukanlah investasi disesuaikan dengan tingkat literasi keuangan kita. Kalau kita memang hanya memahami tabungan dan deposito, ya biarkan saja uangnya mengendap di situ. Bisa juga ditambahkan dengan membeli emas seperti strategi kakek-nenek-eyang buyut kita, tapi sebaiknya bukan dalam bentuk perhiasan agar harga jual kembali tidak turun.

Lebih dari itu sedikit, mungkin bisa mencoba obligasi pemerintah yang memiliki keamanan yang tinggi. Kalau hendak membeli produk reksadana, pastikan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai resikonya.

Tidak ingin banyak mumet, bikin kost-kost-an saja. Pragmatis tapi riil. Minimal kalau kost-kost-an nanti sepi, kita masih punya tanah dan bangunan yang bisa dijual. Bukan bodong. Biarin dikatain kuno.

Bahkan kalau kita jualan gorengan dan bangkrut, masih ada gerobak, kompor, tabung LPG 3 kg, wajan, irus yang bisa dibawa pulang. Lha kalau investasi bodong apa yang bisa dibawa pulang? Tinggal brosur dan pamflet yang bisa diloak.

Dalam sejarah investasi bodong adakah ceritanya duit bisa kembali pada investor. Separuhnya saja tidak, mungkin hanya sepuluh persen. Para pelaku (yang sudah tidak terlihat keren lagi) mungkin menjalani hukuman penjara. Meski sebagian masih bisa tertawa-tawa, entah maksudnya apa.  Mungkin teringat aset yang berhasil disembunyikan di antah berantah. Sementara para investor tetaplah nangis darah.

Masih kepingin terlihat keren tapi bodong? Ingatlah, kepanjangan dari OJK bukanlah Otoritas Jasa Keren, tetapi Otoritas Jasa Keuangan.

Pak Empong lerak-lerak
Sapa ngguyu ndhelikake
Sir sir pong udele bodong
Sir sir pong udele bodong

WYATB GBU ASAP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun