Jadi apa sebenarnya yang kita butuhkan dalam berinvestasi? Ingin yang terlihat keren? Ingatlah keren tidak bisa menghasilkan keuntungan, kecuali bagi para seleb dan model, seperti para oppa dan nuna di drakor yang bening-bening. Bagi kita rakyat jelata, keren tidak bikin kaya.
Lakukanlah investasi disesuaikan dengan tingkat literasi keuangan kita. Kalau kita memang hanya memahami tabungan dan deposito, ya biarkan saja uangnya mengendap di situ. Bisa juga ditambahkan dengan membeli emas seperti strategi kakek-nenek-eyang buyut kita, tapi sebaiknya bukan dalam bentuk perhiasan agar harga jual kembali tidak turun.
Lebih dari itu sedikit, mungkin bisa mencoba obligasi pemerintah yang memiliki keamanan yang tinggi. Kalau hendak membeli produk reksadana, pastikan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai resikonya.
Tidak ingin banyak mumet, bikin kost-kost-an saja. Pragmatis tapi riil. Minimal kalau kost-kost-an nanti sepi, kita masih punya tanah dan bangunan yang bisa dijual. Bukan bodong. Biarin dikatain kuno.
Bahkan kalau kita jualan gorengan dan bangkrut, masih ada gerobak, kompor, tabung LPG 3 kg, wajan, irus yang bisa dibawa pulang. Lha kalau investasi bodong apa yang bisa dibawa pulang? Tinggal brosur dan pamflet yang bisa diloak.
Dalam sejarah investasi bodong adakah ceritanya duit bisa kembali pada investor. Separuhnya saja tidak, mungkin hanya sepuluh persen. Para pelaku (yang sudah tidak terlihat keren lagi) mungkin menjalani hukuman penjara. Meski sebagian masih bisa tertawa-tawa, entah maksudnya apa. Â Mungkin teringat aset yang berhasil disembunyikan di antah berantah. Sementara para investor tetaplah nangis darah.
Masih kepingin terlihat keren tapi bodong? Ingatlah, kepanjangan dari OJK bukanlah Otoritas Jasa Keren, tetapi Otoritas Jasa Keuangan.
Pak Empong lerak-lerak
Sapa ngguyu ndhelikake
Sir sir pong udele bodong
Sir sir pong udele bodong
WYATB GBU ASAP.