Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Mengapa Bila Tak Tahu, Ketimbang Bikin Orang Nyasar

11 April 2021   09:58 Diperbarui: 11 April 2021   11:33 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya memiliki sebuah pengalaman saat mencari alamat tempat kost teman di suatu kota. Tidak seperti di Jogja, di mana asal kita paham ngalor-ngidul-ngetan-ngulon, aman lah kita,  apalagi banyak jalan yang alurnya cukup jelas. Kalau di Jogja kita belok kiri-kiri-kiri-kiri kita bisa kembali ke tempat semula, di kota lain belum tentu. Apalagi penomoran rumahnya yang penuh dengan keajaiban, misal kita mencari rumah dengan nomor 42A/125B. Lha katakanlah kita nemu rumah dengan nomor 41A/125B atau 42A/125C, belum ada jaminan rumah yang kita cari terletak di dekatnya.

Singkat cerita saya bertanya pada sejumlah orang yang lagi nongkrong di pos ronda. Waktu itu saya berjalan kaki, tempat yang dicari masuk gang-gang sempit. Orang-orang sebenarnya sangat ramah dan antusias malah berlomba nimbrung menjawab. Tapi akibatnya selepas dari situ, saya malah kehilangan arah lagi. Coba bertanya lagi, dan kejadian tersebut terulang lagi, akhirnya saya malah tersesat makin dalam. Lalu saya berhenti dan mikir, wah ketimbang makin dalam tersesat, lebih baik saya cari jalan keluar saja. Pertanyaan saya pun berubah menjadi mencari jalan besar di balik pemukiman padat ini, yang merupakan jalan penuh pertokoan dan perbelanjaan. Nah, kali ini lebih lancar keluar. Saya pun memilih lain kali saja kembali ke sana ditemani dengan teman yang sudah pernah ke tempat kost tersebut. Setelah saya pikir jangan-jangan karena terlalu banyak yang nimbrung menjawab malah mengakibatkan saya mengalami information overload.

Suatu kali di tahun 90-an ketika saya dan seorang teman sedang berada di stasiun KA, ada dua orang turis bule menanyakan ke petugas loket, KA mana yang menuju ke sebuah tempat wisata. Sebenarnya nggak ada KA ke tujuan tersebut, tapi petugas loket kesulitan untuk menjelaskannya, hanya bisa blekuthuk-blekuthuk .... Meski terakhir belajar bahasa Inggris hanya saat SMA, saya dan teman, memberanikan diri mencoba menjelaskan padanya. Intinya ada semacam terminal angkot di salah satu sisi bagian stasiun, dan carilah angkot yang berwarna hijau. Lalu turis tersebut menanyakan lagi, apakah semua angkot berwarna hijau ke tujuan yang mereka inginkan. 

Eh, saya baru nyadar, lalu saya sarankan coba saja bertanya ke sopirnya. Setelah mereka berlalu, saya dan teman merasa cukup lega, dan berbangga sedikit rupanya ada gunanya belajar bahasa Inggris. Tapi kemudian saya jadi overthinking, eh apa sopir angkotnya ndak makin bingung ditanya ama turis? Duh, maafkan saya mister, maklum sudah lama kemampuan berbahasa Inggrisku belum di-upgrade, mungkin otakku sudah perlu di-overclocking dulu. Semoga mister kagak nyasar terus ghosting .... hiks ...

Tradisi warga (062)

Kalau dalam skenario yang milenial textbook mungkin seperti ini: Alkisah tersebutlah seorang pemuda lagi asyik mager sambil rebahan di pos ronda, setelah semalaman stalking para mantan. Lalu berhentilah dua orang menanyakan alamat. Karena merasa insecure kalau ketahuan tidak tahu, dia pun malah memberikan informasi toxic. Setelahnya dia merasa overthinking karena telah melakukan kesalahan. Kali lain saat terciduk oleh orang tersebut yang sedang lewat, rasanya kepingin ghosting. Pelajaran dari cerita ini adalah daripada memberikan informasi yang unfaedah lebih baik gabut.

Woles aja akui kalau memang tidak tahu. Jadi kalau ntar ketemu dia lagi bisa teteup santuy.

Warga negeri kita kebanyakan gercep banget kalau ada orang nanya alamat tanpa memikirkan dampaknya pada orang yang menerima informasi tersebut. Mungkin gabungan antara sebegitu antusiasnya membantu + gengsi kalau ketahuan tidak tahu + perasaan tidak ingin mengecewakan.

Kalau kita menemui sekumpulan orang, akan makin banyak orang yang nimbrung menambahkan informasi yang kadang bertentangan sehingga malah membingungkan. Mungkin ada sekitar 30% informasi toxic, 30% informasi unfaedah, sisanya embuh. Kalau sekarang ngetrend istilah big data, mungkin mereka yang paling mumet mengelolanya adalah di Indonesia, penuh dengan toxic, unfaedah, dan hoax. Karena sekarang sedang ngetrend istilah cloud computing, kalau itu disimpan di "awan", hasilnya bukanlah awan dengan hujan yang menyuburkan pertumbuhan, tapi awan cumulonimbus yang menimbulkan badai petir dan puting beliung yang memporakporandakan informasi.

Tips menanyakan alamat

Saya pernah membaca sejumlah tulisan yang menyatakan langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menanyakan alamat di Jogja:

  1. Mematikan mesin
  2. Turun dari kendaraan
  3. Helm dicopot

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun