Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Perlu Lebih Jaim di Urinoir?

27 Maret 2021   08:49 Diperbarui: 27 Maret 2021   08:51 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Suatu kali dalam perjalanan dengan bus malam AKAP, saya cukup lama menahan kencing. Dan "perjuangan" tersebut bertambah berat di tengah dinginnya AC. Betapa leganya saat bus berhenti di rumah makan yang menjadi langganan bus malam.

Begitu turun dari bus saya segera berlari ke arah toilet. Langsung menuju urinoir dan ... currr ... Bila cukup lama kebelet pipis, maka ending-nya akan diikuti dengan buang angin. Prett ... pret ... Ahh .. lega rasanya ... Ketika akan "mengembalikan semua pada tempatnya" saya baru menyadari, kiri kanan penuh, dan belakang juga ada para penumpang bus yang antre hendak BAK. Astaga ... berarti tadi ada yang terpapar radiasi  kentutku ... Sehabis mengancingkan ritsleting saya buru-buru pergi tanpa menengok ke belakang, ikat pinggang pun dirapikan sambil jalan ke luar.

Nah, itulah sebabnya kalau memilih untuk pipis di urinoir kita mesti lebih aware dengan situasi sekitar, jangan kelepasan segala kebiasaan, pokoknya mesti dikondisikan. Kalau misalnya kita terbiasa kentut sehabis BAK, maka untuk "menutupinya" bila tidak mampu "mengecilkan suaranya", bisalah sambil pura-pura batuk dan dehem. Jadinya, "Uhuk ..." Prett .... "Ehem ... " Pret ... Tetapi jika suara kentutnya terlalu "dolby stereo surround" ya susah ... Paling yang antre di belakang membatin, "Kampret ... Gue dikentutin ... Loe kan yang kursinya di belakang gue .. Ntar di bus Gue bales ...." Kalau soal bau sih biasanya akan terkamuflase sendirinya dengan aroma 'natural' toilet.

Apalagi kebiasaan yang kerap kita lakukan sehabis BAK? Nah, sudah menjadi rahasia umum, para lelaki biasanya melakukan semacam "gerakan tambahan", ya sedikit merinding gitulah, apalagi kalau habis kebelet pipis lama sehingga debit alirannya cukup besar. Tetapi bila kita pipis di urinoir kita mesti bisa menahan diri, minimal tidak terlalu menyolok dalam melakukan 'ritual' tersebut. Rasanya lebih berat ketimbang menahan agar nggak goyang dangdut sewaktu dengar lagu Judul-judulan dari OM PMR.

Selain kentut sehabis BAK, ada juga orang yang punya kebiasaan glegeken (bersendawa) sehabis BAK. Apalagi kalau dalam perjalanan jauh, kadang perut kita merasa kurang nyaman, agak muleg dikit. Bisa pipis + glegeken, lega banget rasanya. Lebih-lebih selama di dalam bus mungkin kita agak kurang enak dengan sekitar kalau mau glegeken keras-keras. Tetapi bila sedang di urinoir, ya perlu pengendalian diri. Jangan sampai kelepasan "paket komplit", "Curr ... Pret..Prett ... Hoek .. Hoek ..."

Jangan celingukan kiri kanan, ingat kita sedang BAK, bukan menyeberang jalan. Para pengguna urinoir di sekitar kita bisa mencurigai kalau kita sedang melakukan "studi banding". Padahal orang celingukan di urinoir mungkin juga merasa ada fitur pada urinoir yang tidak berfungsi. Memang sih, urinoir yang pakai sensor kadang malah bikin ribet, lebih susah saat harus cebok. Tapi kayaknya biarpun sebenarnya bingung nggak sampai lah orang bakalan tanya pengguna di sebelahnya, kecuali teman sendiri, "Mas, ini gimana caranya, mana yang mesti dipencet, kok nggak keluar airnya?" "Maaf, Mas saya juga orang baru di sini ...." Yang antre di belakang nyeletuk, "Nggak pernah pipis di mall ya, Mas?" Ya jawab saja, "Enggak, saya biasanya kalau ke mall BAB sekalian ..." Biar ndak kelihatan katro, apalagi kalau sensornya ngaco, persiapkan tissu yang sudah dibasahi sedikit air sekedar untuk cebok. Apa, ceboknya sekalian di wastafel?

Jangan meminjam korek api pada orang di sebelah kita. Sebaiknya hindari kebiasaan merokok saat di urinoir. Memangnya kita mau cebok pakai asap rokok? Bagaimana kalau abu rokok itu jatuh mengenai 'privat property' orang lain? Baiklah, memang ada orang yang demen BAB sambil ngudut. Yang terpenting jangan membuang puntung rokok di urinoir maupun kloset. Kalau dibikin sinetron azab, maka azab yang cocok untuk yang gemar membuang puntung rokok sembarangan adalah dicebokin pakai puntung rokok yang masih bernyala. Rasanya jijay banget kalau nemuin puntung rokok di kloset, disiram-siram kok nongol terus, tapi mau diambil gimana gitu karena bagaimanapun puntung rokok tersebut sudah terlanjur bersimbiosis dengan populasi di lubang kloset.

Mungkin ada di antara kita yang memiliki refleks sosial yang tingi, begitu melihat orang menangis langsung menyodorkan tisu. Sebaiknya pertimbangkan dulu apakah akan menyodorkan tisu pada orang di sebelah kita yang kebingungan saat mau cebok. Mungkin awalnya dia akan berpikir, "Wah, orang ini perhatian banget ya..." Tapi selanjutnya bakal terpikir, "Berarti selama ini dia juga sudah memperhatikan ......." Wakwaw...

Sangat tidak disarankan untuk kepo dengan ukuran dan merk celana dalam orang lain di sekitar kita, meskipun berprofesi sebagai sales pakaian dalam. Jangan kaget kalau menemui, "Wah, yang sebelah kananku ini nggak pake celdam ... Kayak Sharon Stone ...."

Oya, sebaiknya tidak melakukan selfie di urinoir, meskipun sudah dipastikan sedang tidak ada pengguna lainnya, apalagi sambil update soc-med, "Halo para followerku, Gue lagi pipis di mall nih ...." Bukan apa-apa sih ... takutnya kalau ntar hasil jepretan dicek di rumah jebul ada penampakan. Hihihi ..... Sebaiknya juga jangan melakukan selfie saat sedang di kloset duduk toilet umum, kita tak pernah tahu apa yang ada di belakang kita ... hihi ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun