Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hikmah Pandemi, Belajar Memahami Perbedaan Pendapat dari Para Ahli Sekalipun

31 Oktober 2020   07:29 Diperbarui: 31 Oktober 2020   07:45 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mungkin masih ingat ketika masa-masa awal pandemi Covid-19 merajalela, banyak orang tiba-tiba memiliki hobi baru untuk berjemur.

Ada tetangga saya yang pagi-pagi berdiri di pinggir jalan depan rumahnya untuk sekedar berjemur, karena rumahnya begitu mepet jalan sehingga halamannya minim. Ada juga yang masih memiliki halaman belakang sehingga lebih memiliki privasi saat berjemur, tapi kalau tetangga sekitar membangun rumah dua hingga tiga tingkat, maka untuk bisa memperoleh sinar matahari pagi harus dinamis menyesuaikan diri dengan posisi matahari. Kalau saya sendiri mengamati, sepertinya posisi berjemur paling optimal adalah posisi para kucing ketika berjemur. Ndak percaya, silakan sampeyan tanya sendiri sama kucing ...

Banyak juga mereka yang jadi bersemangat menonton talkshow mengenai kesehatan atau membaca rubrik kesehatan. Nah, ternyata mengenai berjemur saja, ada pendapat yang berbeda-beda. Ada yang menyarankan jam 7-an, ada yang jam 9-an, ada yang menjelang jam 11. Semuanya dengan argumentasi yang bermacam-macam, dan masing-masing ahli memiliki track record yang cukup meyakinkan di bidangnya. 

Bukan hanya para tenaga kesehatan, para ahli fisika pun memberikan argumennya mengenai saat berjemur yang paling aman, dilengkapi dengan penjelasan mengenai panjang gelombang cahaya yang layak membikin kening berkerut bahkan sebelum dijemur.

Ya, sudahlah, daripada judeg dengan sekian banyak pendapat, pokoknya berjemur saja lah, itu lebih baik ketimbang tidak berjemur sama sekali. Yang penting jangan waktu-waktu tengah hari seperti jam duabelas siang, dimana bukannya sehat malah kepanasan dan gosong. Biar ndak bosen waktu berjemur, bisa sambil membayangkan serasa berjemur bareng Brooke Shields di Blue Lagoon. Apa? Sudah tuwek?

Kalau para tetangga saya justru memilih berjemur pagi-pagi sebelum jam setengah delapan, dengan pertimbangan sebelum banyak orang lewat sehingga tidak terganggu. Ntar lagi berjemur ada yang lewat menyapa, kalau dijawab dengan "Monggo pinarak", apa kalau mampir betulan mau disuguh, ya ndak kan, ya diajak berjemur ...

Pandemi Covid-19 ini benar-benar telah menjungkirbalikkan banyak kemapanan. Banyak lembaga yang tadinya keputusannya dianggap sakral bagaikan titah para dewa dari kahyangan, sekarang akan dikritisi dengan tajam. Sebagai contoh bisa kita lihat lembaga semacam WHO dan FDA, yang tadinya bagaikan mitos di "dunia persilatan" yang tak terbantahkan, tetapi kini sering dipandang dengan sinis seolah diliputi "tahyul".

Lembaga-lembaga yang tadinya sering dijadikan acuan secara mutlak, mungkin kalau dibikin pepatah, "Pejah gesang ndherek WHO" atau "Pejah gesang ndherek FDA", sekarang banyak negara yang tidak bersedia lagi menelan bulat-bulat apa yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tersebut. Reputasi banyak lembaga menjadi ambyar. Mungkin timbul banyak pikiran julid semacam, "Ini Dirjen WHO apa wikipedia?", "Apa, WHO? Mbelgedes ...."

Sebagai contoh, Dirjen WHO bagaikan selebgram dengan sekian banyak follower dan hater. Pernyataan-pernyataan yang tidak konsisten atau terasa terlambat segera dikuliti habis-habisan. Kalau di layar kaca ada acara semacam "Tukar Nasib", mungkin ada baiknya Dirjen WHO mencoba tukar nasib dengan Menkes RI, sehingga bisa merasakan tekanan batin masing-masing.

Setiap negara bisa memiliki pengalaman yang berbeda dalam menangani pandemi. Misal, dari jurnal para ahli berdasarkan penelitian mereka, maka kombinasi obat yang direkomendasikan untuk menghadapi Covid-19, di setiap negara bisa berbeda. Apakah itu terkait dengan kondisi di setiap negara, misal semacam ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang memadai, ataukah bisa timbul kecurigaan semacam faktor politis dan persaingan bisnis dari para produsen obat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun