Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Momogi, El Clasico dari Lapangan Bulu Tangkis

15 Desember 2019   05:03 Diperbarui: 15 Desember 2019   05:14 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Halo Badminton Lovers.

Di lapangan sepakbola, dikenal istilah big match, yaitu pertandingan antara dua klub tenar. Big match antara Real Madrid versus Barcelona, populer dengan sebutan El Clasico. Sementara itu, lapangan bulutangkis, juga memiliki partai El Clasico-nya sendiri.

Tahun 80-an kita mengenal ketatnya pertarungan antara Liem Swie King versus Han Jian. Di era lalu juga ada pertarungan ketat antara Lin Dan versus Lee Chong Wei. Dua kali di final Olimpiade, hasrat Lee Chong Wei meraih emas digagalkan oleh Lin Dan. Kini kita mengenal Momogi, alias Momota-Ginting, duel klasik antara Kento Momota versus Anthony Sinisuka Ginting.

Bagi BL Indonesia, Momogi setara dengan partai final. Bila suatu kali Momota bertemu Ginting, bukan di babak final, serasa bagaikan final kepagian. Karena itu pertemuan Ginting dengan Momota di final World Tour Finals 2019, menjadi duel akbar penutup tahun, yang banyak dinanti. Silakan periksa di social media, menjelang pertandingan tagar #Momogi bakal jadi trending. Selain yang ramai memprediksi hasil, ada juga yang lebih berminat menebak apakah mereka bakal tukaran jersey lagi.

Perjalanan Ginting di WTF 2019 ini memang tak begitu lancar. Di fase grup, Chou Tien Chen mengalahkan Ginting, 11-21, 21-15, 25-23. Cederanya Axelsen, membuat Ginting bagaikan mendapat durian runtuh. Hanya bermain delapan menit, tapi Ginting sudah mendapat tiket ke semifinal. Penampilan Ginting di semifinal cukup prima, menaklukkan Chen Long dengan dua set langsung, 21-15,21-15.

Sementara King Kento seperti biasa perjalanannya lancar jaya. Bagaikan karpet merah sudah digelar. Wang Tzu Wei dan Jonathan Christie dilibas dua set langsung. Hanya Anders Antonsen, sedikit merepotkan, perlu tiga set. Di semifinal, Wang Tzu Wei digulung dengan 21-17, 21-12. Sedikit lebih berat ketimbang saat pertemuan fase grup, dimana Kento Momota unggul mudah, 21-10, 21-9.

Mengapa Momogi begitu menarik?

Kento Momota, pemain nomor satu dunia yang begitu stabil penampilannya, jarang sekali kalah dari pemain yang bukan-bukan. Semenjak comeback dari sangsi skorsing dari federasinya, Momota benar-benar comeback stronger. Sepak terjangnya jauh lebih menakutkan dan nggegirisi. Selepas comeback (sanksi Momota dicabut 15 Mei 2017), hanya segelintir pemain yang mampu menghentikannya, diantaranya:

  • Anthony Sinisuka Ginting
  • Jonathan Christie
  • Lee Chong Wei
  • Chen Long
  • Son Wan Ho
  • Chou Tien Chen
  • Shi Yu Qi
  • Anders Antonsen
  • Huang Yu Xiang
  • Sameer Verma

Dari deretan nama di atas, hanya Ginting yang mampu mengalahkannya tiga kali. Shi Yu Qi, dua kali. Yang lainnya, hanya sekali. Pemain elit dunia seperti Victor Axelsen dan Srikanth Kidambhi, bahkan belum mampu mengalahkan Momota paska comeback.

Lee Chong Wei saat ini sudah pensiun. Sementara Son Wan Ho dan Chen Long, dari segi usia, juga sudah menjelang pensiun, yang selanjutnya akan diikuti Chou Tien Chen. King Kento, begitu sebagian BL memanggilnya, benar-benar bakal merajai "rimba persilatan" bulutangkis. Dan para BL non-Jepang, tentu sangat menantikan saat-saat King Kento tumbang.

Jurus andalan return smash

Para jawara bulutangkis biasanya dikenal karena pukulan smash yang keras dan tajam sebagai senjata andalan mereka. Liem Swie King terkenal dengan pukulan King Smash. Haryanto Arbi, yang sempat dijuluki Jumping Jack oleh publik Inggris, terkenal dengan Smash 100 watt. Begitu pula Yang Yang, Zhao Jianhua, Peter Gade, Taufik Hidayat, Lee Chong Wei, hingga Lin Dan.

Agak berbeda dengan Kento Momota, senjata andalannya justru adalah return smash. Para pemain yang gemar mengumbar jumping smash seperti Victor Axelsen dan Srikanth Kidambhi, bisa dibuat frustasi bagaimana menembus "benteng Takeshi" ala Momota. Defence Momota memang ajib, bukan hanya asal kembali, tetapi juga menyulitkan. Kalau kita cermati rekaman pertandingan Momota, nampak Momota begitu sabar, jarang memforsir jumping smash.

Smash lawan, seringkali menjadi awal serangan balik dari Momota. Inilah strategi ala Jose Mourinho dari lapangan bulutangkis, dengan taktik "parkir raket" yang tak kalah rapat dari "parkir bus". Mereka yang terpancing untuk memforsir jumping smash, bagaikan masuk ke dalam lumpur penghisap, semakin banyak smash, semakin tenggelam. Dan saat lawan staminanya sudah banyak terkuras, tibalah giliran King Kento untuk menghabisi.

Adu netting yang sinting

Satu hal yang sangat mencolok dari Kento Momota adalah akurasi pukulannya yang begitu prima. Jarang out atau nyangkut. Meski di turnamen berbeda, dengan lapangan berbeda, shuttlecok berbeda tipenya, dan kondisi angin berbeda.

Ginting menyadari mesti super sabar untuk menundukkan Momota. Sia-sia menggeber smash ketika Momota dalam keadaan 100%. Buatlah "kuda-kuda"-nya goyang terlebih dulu. Adu akurasi pukulan. Adu netting setajam silet. Momogi menyajikan duel dengan intensitas tinggi, bukan kaleng-kaleng. Para penonton dipaksa menahan napas setiap kali terjadi adu netting. Kayaknya lebih tegang yang nonton, ketimbang yang lagi main di lapangan.

Master of php

Mental bertanding Kento Momota memang luar biasa. Meski dalam keadaan tertinggal jauh sekalipun. Bila di arena MotoGP, Valentino Rossi dan Marc Marquez, dianggap sebagai raja tikungan, maka di lapangan bulutangkis, Kento Momota jagonya. Banyak MS telah merasakan pahitnya kena "php" dari Momota. Tadinya sudah jauh memimpin dan kemenangan seolah sudah terbayang di depan mata, eh ditikung, dan akhirnya kalah.

Victor Axelsen pernah merasakan kejamnya tikungan Kento Momota. Di Singapore Open 2019, pada set kedua, Kento Momota tertinggal jauh 6-17.  Tapi Kento Momota bisa mengejar menjadi 11-18. Dan pada akhirnya menutup dengan 21-18.

Tikungan jahanam dari King Kento, membuat banyak MS serasa kena prank. Ginting hapal betul soal ini. Sebelum poin mencapai 21, maka jangan kasih kendor, seperti yel-yel yang diteriakkan para supporter. Pesan BL julid, "Hati-hati berteman dengan Kento Momota, suka nikung".

Kini Ginting adalah raksasa

Dulu sewaktu perhelatan Asian Games 2018, Ginting sempat mendapat julukan "The Giant Killer", karena menyingkirkan Kento Momota dan Chen Long. Sehingga banyak BL menganggap Ginting-lah yang melancarkan jalan bagi Jonathan Christie untuk meraih emas. Tapi Ginting sekarang bukan lagi giant killer, karena Ginting sendiri adalah raksasa.

Momogi adalah sebuah final impian. Tentu saja kita berharap Ginting dapat meraih kemenangan dalam final WTF nanti. Karena setelah itu, kita semua dapat beramai-ramai menulis artikel tentang kemenangan Ginting. Membuat artikel tentang kemenangan terasa menyenangkan. Berbeda dengan membuat artikel tentang kekalahan, agak nyesek. Padahal sebenarnya, kita dapat belajar jauh lebih banyak dari kekalahan. Janganlah hanya membaca artikel tentang kemenangan. Bacalah juga tentang kekalahan. Bacalah juga tentang kegagalan. Itulah olahraga. Itulah kehidupan.

Badminton Lovers, bila panjenengan hendak menonton Momogi, ataupun sekedar memelototi live-score, utamakan menjaga kesehatan jantung. Jangan terlalu lama menahan napas. Sampai bertemu dengan Momogi edisi-edisi berikutnya.

Salam olahraga.

Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun