Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita tentang Hujan ] Hujan Kedua

12 Februari 2020   19:10 Diperbarui: 12 Februari 2020   19:08 2339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Irma Tri Handayani

Langit mendung sedari siang. Meskipun begitu aku berharap langit menunda  hujan . Walaupun tak mungkin sepertinya, mengingat musim penghujan sudah memasuki puncaknya di bulan ini.

Namun kini aku mengharap hujan tak turun sembari sesekali melihat jam. Mungkin selepas magrib atau selepas isya , kamu
akan datang ke rumahku seperti janjimu, kemarin.Rasanya jarum jam bergerak lambat saat kita sedang menunggu seseorang.

Ngomong-ngomong tentang hujan, ada satu hujan yang takkan kulupa. Hujan yang terjadi di saat kita pertama kali jalan. Jalan arti sesungguhnya , yaitu melangkahkan kaki dari kampusmu hingga rumahku.  Karena aku selesai kuliah lebih awal maka kita sepakat,kalau aku yang menjemputmu.

Kamu mengajakku jalan dengan alasan agar kita bisa kenyang berbagi cerita. Meskipun baru pertama kalinya aku  berjalan kaki,namun ternyata kusuka.

Saat baru setengah jalan, hujan tiba-tiba turun. Namun bukannya menepi kita malah memilih terus membelah jalan dalam hujan. Entah ide siapa,aku lupa.

Persis seperti anak kecil yang gembira menikmati bermain air,itulah kita. Dinginnya badan yang semakin lama semakin basah benar-benar tak terasa. Obrolan masa lalu membuat kita lupa waktu.

Hingga hujan berhenti dan matahari kembali menyembul kita masih berjalan.  Lebih dari 10 km kita lewati,dengan baju nyaris  mengering di badan. Ah,ingatkah kamu hujan pertama kita?

Entah mengapa aku memilih menunggumu lagi kali ini. Padahal sudah hampir 2 tahun aku tak pernah mengharapkanmu hadir. Semenjak kau kembali pada mantanmu ,aku sudah menjauh darimu.

Aku memilih tak bertemu denganmu untuk sekedar  meredam emosiku. Sebenarnya aku tak punya hak untuk marah. Aku belum jadi pacarmu. Namun saat itu, aku terlalu yakin akan segera menjadi pacarmu.

Seringnya kita saling mendukung, seringnya kita saling curhat, dan seringnya kita jalan bersama membuatku yakin jadian hanya tinggal menunggu waktu saja.

Aku dan kamu tak pernah menyembunyikan apapun. Aku berdarah-darah menceritakan perjuanganku melupakan mantanku. Lalu kamu mengeluarkan kata-kata bijak yang menguatkanku untuk menyempurnakan proses sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun