Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lomba 17-an, Momentum Pengembalian Hak Anak sebagai Calon SDM Unggul dari Genggaman Gadget

19 Agustus 2019   17:05 Diperbarui: 19 Agustus 2019   17:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lomba makan kerupuk. Dokumen pribadi

Setiap kali 17an menjelang,anak-anak saya sudah dipastikan antusias dan berencana mengikuti semua lomba yang akan digelar esok. Nyaris seperti menjelang lebaran,malam menjelang 17-an mereka semua tak sabar ingin segera pagi menjelang.

Dari jam 6 pagi meskipun tak ada jadwal sekolah mereka sudah mandi dan sarapan. Sebentar lagi panitia akan berkeliling perumahan untuk memanggil mereka ke lapangan. Kalau sudah begitu mereka melesat secepat kilat ke luar rumah tanpa perlu dibekali uang jajan karena yakin aka asyik seharian. Senang hatilah sang emak karena isi dompet aman.

Meskipun mereka sudah bisa dilepas bermain sendirian,namun tetaplah si emak nyusulin ke lapangan. Merekakan butuh pemandu sorak,manager serta tenaga medis jika terluka. Maklum lomba 17-an kan penuh dengan permainan yang menyertakan anggota badan. Resiko jatuh pasti ada. Tapi ga usah bikin parno juga sih, jaga-jaga aja.

Menang bukanlah sesuatu yang dikejar. Melihat mereka mau berkompetisi itu yang patut kita puji. Menerima kekalahan dengam lapang dada dan tak sombonh saat jadi juara merupakan pesan berikutya.

Yang menyenangkan dari melihat anak-anak mengikutiblomba 17-an adalah semua anak di lapangan tak ada satupun yang membawa atau menyentuh gadget. Semua larut dalam permainan. Berbondong-bondong mendatangi panitia untuk mendaftarkan diri, semua cabang permainan diikuti dengan lawan main yang itu lagi itu lagi membuat mereka begitu bersemangat. Waktu permainan yang dari jam 7 pagi hingga rehat dulu di waktu dzuhur begitu mereka nikmati.

Di perumahan tempat saya tinggal permainan standar seperti balap kerupuk,balap karung dan balap kelereng dimainkan. Tiga pernainan legend ini sayangnya sekarang dibuat secara relay tak terpisah. Jadinya tak seru menurut saya. Kasihan juga kalau cuma ahlinya balak kerupuk doang jadinya gak bakalan menang.

Senangnya melihat semangat anak-anak menyelesaikan permainan. Tertawa terbahak-bahak. Melonjak kegirangan setiap saat. Anak-anak saya bertahan andai panitia tak menutup acara sebentar untuk makan siang.

Hari itu benar-benar menguras energi mereka. Hari kemerdekaan Republik Indonesia yang mereka peringati setahun sekali sebagai momentum pengingat bahwa  mereka mereka berjuang dalam perlombaan namun semangat juangnya jangan kalah dengan semangat para pahlawan.

Lomba 17-an sejatinya bisa dijadikan momentum untuk mengembalikan hal bermain anak-anak dari kecanduan gadget. Kita para orang tua semestinya rutin memgadakan lomba setiap bulan misalmya untuk menggerakkan anak-anak. Ketergantungan anak pada gadget,orang tua juga memegang peranan penting. Suruh mereka bermain jangan tenang melihat mereka dirumah bermain game on line atau menikmati halaman berbagi.

Merekalah bibit SDM unggul. Seperti apa Indonesia di ulang tahun kemerdekaan beberapa puluh tahun ke depan,bisa kita lihat dalam diri mereka kini.

Di balik daster yang baru saja dipinjam suami untuk lomba main bola selesai juga satu tulisan ringan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun