Mohon tunggu...
Agust Hutabarat
Agust Hutabarat Mohon Tunggu... profesional -

Pembela Umum (Public Defender) di LBH Mawar Saron Jakarta penikmat Kopi Hitam yang mencintai adat Batak.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menanti Senja di Timur

13 Juni 2010   11:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia berdiri menantang matahari yang sebentar lagi turun dari tahta kemegahannya. Gadis kecil yang menimang sebuket bunga Edelweis. Bunga yang melambangkan keabadian yang sangat mustahil untuk kita lihat tumbuh di pantai. Tetapi gadis kecil itu memilikinya. Rambutnya yang hitam lurus melambai-lambai ditiup angin senja yang berhembus ke laut. Senyuman yang memaknai hidupnya yang sangat berarti, selalu menghiasi wajah mungil dan pucat itu.

Riak gelombang air memantulkan cahaya senja yang kemerah-merahan. Pasir di pantai berbisik memandangi kehadiran gadis mungil ceria itu. Mulut kecil yang memutih itu menyanyikan senandung sabda sang Ilahi. Nada-nada sunyi mengalun begitu saja dalam iringan musik merdu karya sang Abadi. Lukisan keletihan terlukis dari wajah sendunya yang mampu menembus mata dan menancap di hati setiap orang yang memandangnya.

Gadis kecil itu bernama Ita panggilan dari nama Thabita. Sebuah nama yang indah yang bermakna usaha yang baik. Nama itu aku sendiri yang memberikannya. Umurnya masih 5 tahun duduk di Taman Kanak-kanak.

Tetapi sebelumnya perkenalkan, namaku adalah Agust. Ita adalah keponakanku satu-satunya dan aku sangat menyayanginya. Dia adalah inspirasiku untuk hidup sebagai manusia. Kepolosannya menyadarkanku tentang kehadirannya di sisiku. Kami baru pagi tadi tiba di tempat ini. Aku sengaja membawanya ke tempat ini untuk mewujudkan impiannya.

Aku masih duduk di balkon rumah yang menghadap ke laut. Mataku tak henti-henti mengawasi gadis kecil yang ada di depanku. Sesekali aku menghela nafas panjang, untuk merasakan nikmatnya udara sorga yang memberikanku kehidupan. Kuhempaskan segala letih dan lelah yang bertumpuk di pundakku. Kupandangi bidadari kecil yang berdiri di depanku. Sementara tangannya tidak pernah lepas dari buket bunga Edelweis yang sedari tadi dipegangnya. Bunga yang aku berikan untuknya sebagai oleh-oleh sewaktu aku ikut pendakian ke Gunung Lawu.

Aku sibuk dengan segala pikiran yang menghantam kepalaku. Antara kebahagiaan dan kesedihan berperang dalam rongga otak untuk menguasai jiwaku. Aku tersenyum dari sisi bibirku yang terkatup rapat. Anak seusia dia mengertikah tentang cinta, hidup, kematian dan keabadian. Sesekali dia memanggil namaku, seakan-akan dia takut aku tinggalkan sendiri. Walaupun kenyataannya akulah yang takut ditinggalkannya.

Hari sudah semakin senja, matahari tinggal setengah dan sebentar lagi akan benar-benar lenyap dimakan samudera luas. Burung-burung laut terbang menembus angkasa menuju mentari yang tinggal setengah. Dia tidak bergeming sedikitpun dari tempatnya berdiri, matanya yang bulat dan mungil menghantarkan sang surya ke peraduannya. Senandung kecil masih terus mengalir dari mulutnya yang pucat.

” Om, lihat itu!” Serunya membuyarkan lamunanku. Dia menunjuk ke arah laut sambil menarik-narik tanganku.

” Memangnya ada apa Ta?” Tanyaku keheranan sembari ikut melihat arah tangannya menunjuk.

” Itu loh Om, mataharinya jatuh ke laut. Pasti mataharinya mati ya Om, kan udah tenggelam kena air.” Katanya dengan nada polos yang hampir membuatku tertawa terbahak-bahak.

” Mataharinya tidak mati sayang, Cuma dia tidak kelihatan lagi karena bumi ini berputar.” Kata ku, tapi aku malah membuat wajah polosnya semakin bingung. ” Ya udah ya, ntar Ita akan tahu juga.” Tambahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun