Mohon tunggu...
Agust Hutabarat
Agust Hutabarat Mohon Tunggu... profesional -

Pembela Umum (Public Defender) di LBH Mawar Saron Jakarta penikmat Kopi Hitam yang mencintai adat Batak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mafia Peradilan

16 Juli 2010   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:49 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TANGISAN IBU PERTIWI

Tak henti-hentinya negeri ini menangis dengan berbagai tragedi yang silih berganti menggoncang kedamaian negeri ini. Mulai dari bencana alam yang datang tiba-tiba tanpa aba-aba hingga krisis ekonomi yang tak kunjung menemui jalan akhir. Hampir 65 lima tahun negeri ini sudah bebas dari penjajah, dan sudah sepuluh tahun sejak reformasi menduduki negeri, namun tanda-tanda perubahan dan kesejahteraan rakyat belum kunjung tiba waktunya.

Sesungguhnya negeri ini belum merdeka. Negeri ini masih hidup dalam kungkungan penjajahan, penjajahan kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, ketidakadilan serta kesewenang-wenangan. Hukum seakan tidak memiliki taring untuk menerkam para penjahat-penjahat berdasi yang menjajah negerinya sendiri.

Belum hilang dari ingatan kita, tentang kasus mafia peradilan dan mafia kasus yang beberapa bulan terakhir ini selalu menghiasi media massa di negeri ini. Sebuah berita yang menggugah rasa keadilan kita, sungguh membuat hati menangis. Kasus suap semakin merajalela dikalangan para punggawa-punggawa penegak hukum kita. Hukum seakan-akan terbeli oleh segepok rupiah di tangan mereka. Tanpa rasa malu berbicara ini dan itu di media, seakan-akan dirinya bersih dari segala kejahatan yang dituduhkan kepadanya.

Kasus terakhir yang mencuat adalah mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, yang juga menyeret beberapa oknum penegak hukum di lingkungan kejaksaan dan pengadilan, berhasil menyita perhatian public. Banyak spekulasi yang beredar di masyarakat, mulai obrolan tingkat tinggi para pakar hukum, hingga obrolan ringin di warung nasi kucing. Semuanya membahas mengenai kasus ini.

Membaca artikel di atas,yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) mengaku telah menindak 30 hakim terkait praktik makelar kasus (markus) karena dinilai mengganggu independensi hakim. Jumlah 30 hakim bukan lah jumlah yang kecil. Bayangkan apa yang terjadi pada penegakan hukum di negeri ini, jika para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum, malah mempermainkan hukum itu sendiri. Kemana lagi masyarakat mencari keadilan dan perlindungan hukum, sementara penegak hukum itu sendiri sudah menghianati mereka.

Namun walaupun ketua Mahkamah Agung mengatakan bahwa pihaknya sudah menindak para hakim yang melakukan praktek makelar kasus, namun tidak serta membuat pesoalan ini menjadi sederhana atau bahkan selesai. Itu baru permulaan, harus kita akui bahwa negeri ini sudah cukup sekarat hukumnya. Sangat sulit untuk mempercayai siap penegak hukum yang bisa berbuat adil, karena hampir semua sistem Peradilan yang ada sudah tercemar oleh mafia peradilan dan makelar kasus.

Patut kita puji upaya dari Mahkamah Agung dalam menertibkan hakim-hakimnya agar tidak melakukan praktek mafia peradilan dan mafia kasus. Tetapi perlu kita ingat juga, bahwa peran masyarakat secara luas juga merupakan unsur penting dalam memerangi mafia peradilan mafia kasus. Karena tanpa kita sadari, bahwa kebiasaan dari masyarakat kita yang cenderung instan dan suka bertele-tele merupakan faktor utama yang menciptakan budaya korup di dalam masyarakat itu sendiri.


  1. POLA-POLA DALAM PRAKTEK MAFIA PERADILAN

Bahkan tidak bisa kita bantah lagi, bahwa pola-pola praktek mafia peradilan dan mafia kasus dalam tubuh sistem peradilan pidana kita sudah tumbuh sedemikan rupa, hingga sudah hampir dapat kita katakan terorganisir dengan rapi. Adapun pola-pola tersebut mulai dari tingkat penyelidikan hingga pada proses eksekusi, adalah sebagai berikut:

1.1.KEPOLISIAN

A. Tahap Penyelidikan

1. Permintaan uang jasa

·Laporan ditindaklanjuti setelah menyerahkan uang jasa.

2. Penggelapan perkara

·Penanganan perkara dihentikan setelah ada kesepakatan membayar sejumlah uang kepada polisi.

B. Tahap Penyidikan

1.Negosiasi Perkara

·Tawar menawar pasal yang dikenakan terhadap tersangka dengan imbalan uang yang berbeda-beda.

·Menunda surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada kejaksaan.

2. Pemerasan oleh Polisi

·Tersangka dianiaya lebih dulu agar mau kooperatif dan menyerahkan uang.

·Mengarahkan kasus lalu menawarkan jalan damai.

C. Pengaturan Ruang Tahanan


  • Penempatan di ruang tahanan menjadi alat tawar-menawar.

1.2.KEJAKSAAN

1. Pemerasan


  • Penyidikan diperpanjang untuk merundingkan uang damai.
  • Surat panggilan sengaja tanpa status "saksi" atau "tersangka", pada ujungnya saat pemeriksaan dimintai uang agar statusnya tidak menjadi "tersangka".

2. Negosiasi Status


  • Perubahan status tahanan seorang tersangka juga jadi alat tawar-menawar.

3. Pelepasan Tersangka


  • Melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau sengaja membuat dakwaan yang kabur (obscuur libel) sehingga terdakwa divonis bebas.

4. Penggelapan Perkara


  • Berkas perkara dapat dihentikan jika memberikan sejumlah uang.
  • Saat dilimpahkan ke kejaksaan, polisi menyebutkan "sudah ada yang mengurus" sehingga tidak tercatat dalam register.

5. Negosiasi perkara


  • Proses penyidikan yang diulur-ulur merupakan isyarat agar keluarga tersangka menghubungi jaksa.
  • Dapat melibatkan calo, antara lain dari kejaksaan, anak pejabat, pengacara rekanan jaksa.
  • Berat atau kecilnya dakwaan menjadi alat tawar-menawar.

6. Pengurangan tuntutan


  • Tuntutan dapat dikurangi apabila tersangka memberikan uang.
  • Berita acara pemeriksaan dibocorkan saat penyidikan.
  • Pasal yang disangkakan juga dapat diperdagangkan.

1.3.PERSIDANGAN

1. Permintaan uang jasa


  • Pengacara harus menyiapkan uang ekstra untuk bagian registrasi pengadilan.

2. Penentuan Majelis Hakim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun