Mohon tunggu...
LALU MUSTI ALI
LALU MUSTI ALI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa S-3 Pasca Sarjana STIK-PTIK

Dunia ini adalah tempat travelling sebelum kembali ke habitat asli kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan Intoleransi

29 November 2022   17:12 Diperbarui: 29 November 2022   17:28 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beebrapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan adanya pemberitaan tentang pencopotan label gereja di Posko Bantuan Gempa Cianjur oleh salah satu ormas. Tindakan tersebut tidak luput dari komentar beberapa tokoh dan pejabat public yang menganggap Tindakan tersebut sebagai bentuk aksi intoleransi. Pernyataan berbeda disampaikan oleh Kapolres Cianjur AKBP Doni Hermawan yang menilai Tindakan tersebut bukan merupakan aksi intoleran dengan alasan bahwa   tenda tersebut tetap diterima dan digunakan oleh masyarakat atau pengungsi korban gempa Cianjur akan tetapi Ormas yang melakukan pencopotan tetap dimintai keterangan dan dihimbau untuk tidak lagi melakukan aksi serupa dan menghimbau kepada masyarakat terutama masyarakat yang beragama nasransi untuk tidak terpancing akibat Tindakan oknum ormas tersebut.

 Untuk menghindari perdebatan tentang apakah tindakan tersebut diatas masuk kategori aksi intoleran atau tidak maka kita perlu ketahui apa yang dimaksud dengan intoleransi. Intoleransi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai 'ketiadaan tenggang rasa' sedangkan tenggang rasa sendiri menurut KBBI adalah 'dapat(ikut) menghargai (menghormati) perasaan orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka 'intoleransi' dapat diartikan sebagai 'tidak dapat menghargai atau menghormati perasaan orang lain'.

Sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford, intolransi diartikan sebagai Unwillingness to accept views, beliefs, or behavior that differ from one's own (Keengganan untuk menerima pandangan, keyakinan, atau perilaku yang berbeda dari diri sendiri). Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas terdapat perbedaan tentang intoleransi dimana KBBI menekankan kepada 'perasaan' sedangkan Kamus Oxford menekankan kepada pandangan, keyakinan atau perilaku. Atas dasar itu pembaca bisa menilai sendiri apakah aksi ormas di cianjur tersebut masuk kategori aksi intoleran atau tidak.

Sikap intoleran tidak hanya terjadi di Indonesia tapi sudah berskala internasional terutama yang berhubungan agama dan keyakinan sehingga menjadi perhatian PBB karena dinilai sudah sangat membahayakan. Oleh karena itu PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 36/55 tentang Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief (Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Keyakinan). 

Dalam deklarasi tersebut dijelaskan bahwa  "Intolerance and discrimination based on religion or belief" means any distinction, exclusion, restriction, or preference based on religion or belief and having as its purpose or as its effect nullification or impairment of the recognition, enjoyment, or exercise of human rights and fundamental freedoms on an equal basis ("Intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan" berarti segala perbedaan, pengecualian, pembatasan atau preferensi berdasarkan agama atau kepercayaan yang bertujuan untuk atau mengakibatkan terjadinya peniadaan atau penurunan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar atas dasar kesetaraan).

Merujuk kepada Resolusi PBB tersebut maka aksi-aksi intoleran berdasarkan agama atau kepercayaan tidak boleh terjadi karena dampaknya sangat berbahaya. Salah satu bahaya yang bisa muncul dari aksi intoleransi berbasis agama adalah munculnya aksi solidaritas dari masing-masing agama untuk melawan aksi intoleransi tersebut sehingga bisa menimbulkan konflik antar agama. Hal tersebut juga dapat memicu lahirnya faham radikalis terhadap suatu agama bahkan bisa bertransormasi menjadi aksi terorisme. Radikalisme sendiri berasal dari kata "radix" yang berarti "akar." 

Sedangkan dalam KBBI radikalisme dihubungkan dengan aktivitas politik dan mengartikannya sebagai sebuah paham atau aliran yang radikal di politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, sikap ekstrem di aliran politik. Dari paham radikalis tersebutlah kemudian muncul aksi-aksi terror (terorisme) yang mengatasnamakan agama.

Terorisme sendiri merujuk Pasal 1 angka 2 Undang-Undang (UU) tentang Penanggulangan Terorisme (UU Nomor  Nomor 5 Tahun 2018) adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Dengan dampak yang ditimbulkan tersebut maka untuk mencegah terjadinya aksi-aksi teror bisa dimulai dengan pencegahan aksi-aksi intoleran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan lunak (soft approach) oleh masyarakat sendiri atau dengan melibatkan instansi-instansi pemerintah yang memiliki tanggungjawab terhadap kerukunan hidup beragama seperti kementrian agama, BNPT, Polri dan stakeholder lainnya.

Untuk efektifitas, pencegahan dapat dilakukan dengan melibatkan organisasi-organisasi keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, PGI, PHDI dan organisasi keagamaan lainnya untuk menanamkan pentingnya hidup bermasyarakat dengan damai antar pemeluk agama dan menghindari adanya aksi-aksi intoleran dari satu pemeluk agama ke pemeluk agama lain karena semua agama mengajarkan kedamaian sekalipun hidup dalam perbedaan. 

Selain pendekatan lunak, pencegahan juga dapat dilakukan melalui pendekatan keras (hard approach) melalui tindakan refresif dari aparat penegak hokum untuk memproses hokum aksi-aksi intoleran tersebut sehingga menimbulkan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun