Mohon tunggu...
Lala Riski Wisnu Widayat
Lala Riski Wisnu Widayat Mohon Tunggu... Foto/Videografer - seneng gambar nulis dan jualan

Penggemar Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anakmu, Ibu

23 Desember 2015   13:11 Diperbarui: 23 Desember 2015   13:14 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu adalah hari yang penuh tegang dalam hidupku, masuk dalam universitas yang aku dambakan. Dari dahulu sudah bersiap aku buktikan pada teman bahwa aku tak bisa dianggap remeh, 2 jam aku dalam ruangan yang penuh resah dan gesaku dalam mengerjakan 300 soal untuk memasuki universitas favoritku. Tempatnya jauh dari kota asalku namun kota ini adalah ibukota negara ini. Berpamitku pada orang tuaku untuk temui citaku. Sore itu beranjak hingga malam, baru ku pulang ke penginapan yang tak jauh dari lokasi ujian. Hujan mengiringi langkahku ada sedikit cerita haru ketika aku sampai di kota ini, di kopaja yang kutumpangi terdapat speaker yang kala itu sedang menyetel lagu, aku kala itu ingin beranjak dari pasar senen ke lebak bulus di tengah perjalanan melewati monas dan pancoran, terdengar bunyi dari speaker itu lagu dari Iwan Fals yang berjudul "si budi kecil" hatiku hanyut ikut menyanyi. Kali pertamaku menjadi anak rantau dan jauh dari ibuku.

Malam berganti pagi aku bergegas pulang usai ikut ujian masuk universitas itu, akhirnya aku beres-beres dan berpamit pada satpam yang menjaga guest house tempatku menginap. Aku pulang ke kota asalku Semarang, yang penuh cinta kasih dari kecil yang kurasa. Tiba ku di Semarang dan disambut haru oleh ibuku tercinta tak lupa ku cium kening dan kedua pipinya yang sudah agak keriput itu. Beliau menanyakan bagaimana ujiannya dan bagaimana hasilnya semoga keterima anak ibukkan hebat, begitu ujarnya. Aku tak tahu kenapa aku tak pikirkan itu lagi, esoknya sembari aku menunggu hasilnya sekitar dua minggu setelah ujian itu aku menyibukan diri dengan berjualan, berharap bisa sebagai uang saku nanti jika keterima disana.

Aku dan ibu dengan penghasilan minim ini selalu menikmati dan bersyukur dalam kondisi apapun. Hari itupun datang, aku lihat pengumuman di internet dan mencari namaku sembari duduk bersama ibuku aku gugup dan tegang, ibuku berulang kali optimiskan diriku. Tak kusangka kutemukan sebuah nama yang pernah diberikan Ibuku dahulu itu ada diantara orang yang diterima di universitas itu. Hatiku bahagia beberapa saat, tapi air mata malah terlihat di kedua pipi ibuku. Aku rasa itu airmata haru, karena anaknya benar-benar hebat bisa mendapat kesempatan untuk study di universitas favoritnya. Aku kabarkan pada sanak sodara, ibukupun tak mau kalah dan beri kabar pula pada sanak sodara, bahwa seminggu setelah pengumuman aku sudah bisa mengikuti masa orientasi dan mulai study di universitas favoritku.

Setelah hari itu aku pergi ke Sekolahanku yang telah meluluskanku dan meminta persyaratan untuk mengisi biodata administrasi yang ada. Aku tak tahu apa yang ibu sedang pikirkan dan bagaimana caranya untuk melepasku, anak semata wayangnya ini untuk hidup di kota orang. Tiba hari keberangkatanku, aku ditemani beberapa anggota keluargaku ke stasiun dan dengan doa serta serangkaian harapan untukku mereka melepasku untuk study. Sebelumnya, aku tanya berulang kali pada ibuku perihal ridhonya padaku, dan ibu berulang kali berkata "raihlah cita-citamu".

Hatiku berulang kali bergejolak dan merasakan gemuruh sedih karena hendak meninggalkan ibuku tercinta. Kumulai perjalanan ini dengan tangis rindu karena 6 bulan kedepan baru aku bisa bertemu dengan ibuku lagi. Sesampaianya disana aku ditempatkan di asrama untuk pendataan dan juga mengisi segala formulir. Malam ini terasa sepi, tak ada suara ibu yang menyuruhku untuk makan atau mengomeliku untuk solat dahulu. Malam ini sedih bergelayut, akhirnya kuputuskan untuk menelfon ibuku dengan suara sesenggukanku. Beliaupun mengangkatnya dengan suara riang, padahal disini aku sudah tak berdaya dengan rindu padanya.

Dua bulan kunikmati rasa ini, dan ku untai kerinduan pada ibuku di semua akun jejaring sosialku. Memulai aku menulis curahan hatiku pada ibuku, aku berjuang dan terus berjuang untuk mendapat yang terbaik disini, hari demi hari kujalani lagi walaupun mendapat teman yang baik dan ramah, namun rasa yang menggelayut rindu ini selalu datang untuk selalu ingin bertemu dengan ibu. Idul Fitri tahun 2013 nyaris aku tak bisa aku bertemu dengan ibu karena peraturan kampus yang tidak membolehkan mahasiswanya untuk pulang ke tempat asal. Akhirnya akupun protes dan selalu meminta untuk bisa pulang dan menengok ibuku walau cuman bebereapa hari. Akhirnya protesku dikabulkan dan aku bisa pulang dari h-3 hari raya sampai h+7, kini aku bingung untuk mencari tiket pulang karena sisa uang yang kupunya hanya cukup untuk menaiki kereta ekonomi yang kuyakini sudah penuh.

Harap-harap cemas aku cari tiket online dan akhirnya sore itu kutemukan tiket pulang. Aku langsung memesannya dan bergegas mengemasi barang bawaanku. 2 jam waktu yang kupunya untuk bergegas menuju peron 2, gerbang kereta yang akan membawaku pulang menuju kota asalku dan ibuku. Bayangkan saja aku harus bergegas dari lebak bulus hingga pasar senen dengan waktu dua jam dan sebenarnya sudah kumustahilkan hal itu, apalagi Jakarta pada h-3 pastilah macet berantakan. Tapi aku optimis, di kopaja yang kunaiki aku bilang pada abang supir untuk bergegas. Lama di kopaja tak lupa aku memberi kabar pada ibuku bahwa malam ini aku pulang dan kemungkinan tiba di Semarang esok pagi. Dan setelah tegang karena waktu, ternyata aku bisa sampai di Stasiun pasar senen dengan sisa waktu setengah jam. Akhirnya aku bisa bernafas lega dan menaiki kereta lebih awal dari penumpang lainnya. Suasana kereta saat ini lebih hangat karena suasana ramadhan dan kebetulan penumpang sekitarku adalah kebanyakan orang rantau yang ingin pulang ke tempat asal mereka.

Di kereta kami berbincang tentang bagaimana dan aktifitas apa dilakukan di Jakarta, 8 jam membuat kita akrab dan akhirnya ku critakan juga bagaimana aku bisa pulang ke tempat asalku. Tiba aku di stasiun poncol terdengar bunyi bel di stasiun yang memakai lagu gambang semarang untuk menandakan aku telah tiba dikota aku dilahirkan. Setelah itu aku bergegas menelfon ibuku dan memberi kabar bahwa aku datang dengan selamat, dan aku akan menaiki angkutan umum menuju rumah. Setelah aku naik angkutan umum, tiba aku didepan gang rumahku dan bergegas aku berjalan menuju rumahku sesampainya dirumah dengan suasana puasa aku disambut hangat oleh ibuku dan sedikit menceritakan bagaimana aku bisa pulang ke rumah. Aku memanh tak membawa apa-apa tapi setidaknya yang diinginkan ibuku adalah datangku dengan selamat. Sore beranjak aku membeli menu buka puasa favoritku dan ibuku, yakni gorengan manis. Dirumah ibu sedang membuat teh hangat, sesampainya dirumah aku terburu menangis dahulu melihat teh hangat yang sudah siap itu. Akhirnya aku peluk ibuku dan bilang tehmu selalu membuatku menangis.

Setelah 2 malam aku di Semarang, tibalah hari raya malam ini penuh gemuruh takbir. Ibuku seperti biasa mengajak aku ke mal untuk berbelanja. Ibu tidak hanya membekikanku pakaian kali ini, tapi juga gadged berupa tablet untukku bisa belajar dan juga rajin membaca dengan tablet ini. Pulang kami dari mal, dan bersiap untuk hari raya. Akhirnya aku masih bisa salat tarawih bersama ibu Ramadhan tahun ini, se usai salat tarawih, di masjid kita bersalam-salaman dan bermaaf-maafan. Setelah itu kami beranjak pulang kerumah dengan perasaan riang gembira. Dirumahpun kami sudah disambut kaluarga besar, dan kami bersalaman.

Tak lupa aku mengistimewakan beberapa menit untuk bersalaman dan meminta maaf pada ibu, akupun berkata "bu, semoga ketika sukses nanti ibu bisa melihatku dan selalu bisa menemaniku dalam setiap keadaan. Ibu memang seorang diri, namun berkat ibu aku bisa sekolah ke universitas yang ku ingin, walau ibu merasa ibu adalah orang yang nggak pinter-pinter amat, tapi aku rasa berkat didikan ibu aku bisa melakukan ini itu, terimakasih dan masfkan segala kesalahan anakmu ini, semoga ibu tak pernah malu menganggapku anakmu.".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun